3 Kali Tukang Cilok Cabuli Siswa SMP Probolinggo di Hotel
NEP, warga Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo, Jawa Timur, dibekuk jajaran Polres Probolinggo Kota (Polresta). Penjual cilok itu disangka telah mencabuli IA, 14 tahun, siswi sebuah SMP di Kota Probolinggo.
"Pelaku disangka mencabuli korban yang masih merupakan pelajar SMP sebanyak tiga kali. Yakni, mulai Agustus, September dan Oktober 2022," ujar Kapolresta AKBP Wadi Sa'bani, Kamis siang, 29 Desember 2022.
Dikatakan korban IA mengenal pelaku. Sebab, pria 34 tahun ini jualan cilok sering mangkal di sekolah korban. Dari hubungan pedagang dengan pembeli itu keduanya akhirnya akrab. Begitu akrabnya sampai keduanya saling bertukar nomor handphone (HP).
Bahkan, keduanya sering komunikasi dan saling curhat. Rupanya, keakraban itu dimanfaatkan NEP untuk melampiaskan hasratnya.
"Pelaku kemudian mengajak korban yang masih di bawah umur ini ke hotel. Di kamar hotel, terjadi pencabulan sedikitnya tiga kali, pada bulan Agustus, September dan Oktober 2022," ujar Wadi Sa'bani.
Tetapi kasus pencabulan itu baru diketahui orang tua korban pada pertengahan Desember 2022 lalu. Itu pun setelah orang tua menerima laporan dari gurunya di sekolah.
Awalnya, guru di sekolah saat merazia HP para siswa. Guru syok ketika menemukan pesan seronok di HP korban. Guru pun langsung menghubungi orang tua IA terkait pesan seronok tersebut.
Kepada orang tuanya, IA akhirnya berterus terang mengaku, telah dicabuli oleh NEP di sebuah hotel. Tentu saja orang tua IA kaget bukan kepalang demi mengetahui anaknya yang masih "bau kencur' itu telah tiga kali disetubuhi oleh NEP.
"Orang tua korban akhirnya melaporkan kasus pencabulan itu ke Mapolres Probolinggo Kota," ungkap Wadi Sa'bani.
Dua hari setelah orang tua IA melapor, polisi kemudian menangkap NEP. Akibat dari perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 81 ayat (2) Jo pasal 76D dan pasal 82 ayat (1) Jo. Pasal 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Pelaku terancam hukuman 15 tahun penjara," tandas Wadi Sa'bani.