2019, Optimistis Menatap ke Depan, Pesan Kiai Said Aqil
Malam pergantian tahun baru 2019, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj berpesan tiga hal kepada warga NU, umat Islam dan bangsa Indonesia.
Pertama, muhasabah atau introspeksi diri. Mengutip potongan maqalah Sayyidina Umar “Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab”, kiai Said mengajak masyarakat agar mengevaluasi berbagai aktivitas yang positif dan negatif yang dilakukan selama 2018.
“Kesuksesan tahun 2018 harus menjadi pelajaran yang sangat baik, efektif. Yang sukses, mari kita lanjutkan, mari kita tingkatkan dengan penuh optimis, dan kegagalan yang kita hasilkan selama 2018, kita jadikan pelajaran yang berharga.
"Bukan berarti kita gagal total, kegagalan adalah merupakan kesuksesan yang tertunda,” terang Kiai Said di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa 1 Januari 2018.
“Warga NU harus seperti ini: mampu mempertahankan diri,mamp mewarnai sekitarnya, mampu berdialog dengan orang lain, mampu menawarkan ide-ide kepada orang lain dengan baik dan benar,” kata KH Said Aqil Siroj.
Kedua, mu’atabah atau menyalahkan diri sendiri. Kiai Said mengajak agar setiap kegagalan yang diperoleh dalam rentang 2018 tidak menjadikan orang atau kelompok lain sebagai kambing hitam atau penyebab kesalahan, tetapi harus menyalahkan diri sendiri.
“Jadi, mari kita menjadi dewasa, pribadi yang bertanggung jawab. Ketika kita mendapat kegagalan ‘siapa itu? Dari saya,’ ketika kita mendapatkan kesalahan ‘siapa itu? dari kami’ bukan orang lain,” jelasnya.
Kiai alumnus Universitas Ummul Qura Mekkah, Arab Saudi itu mengemukakan bahwa manusia menyimpan nafsu ghadlabiyah atau berpotensi jahat dan keliru. Manusia juga memiliki nafsu syahwatiyah, yakni ajakan atau kepentingan yang dapat menjerumuskan dirinya ke dalam kemaksiatan dan penyimpangan.
Selain itu, manusia juga menyimpan nafsu muthmainnah atau nilai-nilai kebaikan yang datang dari dirinya.
“Nafsu muthmainnah yang selalu menjadi kita menjadi makhluk dan hamba yang benar sesuai dengan komitmen kita dengan agama dan ajaran kita serta peraturan perundang-undangan yang ada,” ucapnya.
Ketiga, muraqabah. Yakni selalu optimis dan berprasangka baik kepada Allah dengan segala keberkahan, kerahmatan, dan kemurahannya. Bukan sebaliknya yang selalu berprasangka buruk kepada-Nya, seperti menganggap Allah berlaku tidak adil dan tidak sayang.
“Semua ke depan kita harus menggunakan muraqabah, mengaharapkan rahmat Allah, kemurahannya, keberkahannya dan segala yang indah-indah dari Allah,” terangnya.
Mari kita harapkan dengan penuh optimis di tahun-tahun mendatang. Itu namanya muraqabah, tidak boleh putus asa,” jelasnya.
Menurut Kiai Said, warga NU hendaknya melakukan ketiga hal tersebut agar mempunyai kepribadian yang tangguh, berintegritas, dan berakhlakul karimah.
“Warga NU harus seperti ini: mampu mempertahankan diri,mamp mewarnai sekitarnya, mampu berdialog dengan orang lain, mampu menawarkan ide-ide kepada orang lain dengan baik dan benar,” pungkasnya. (adi)