2018 Investasi Masuk ke Surabaya Capai Rp 57,37 Triliun
Selama tahun 2018 investasi yang masuk ke Kota Pahlawan, Jawa Timur, mencapai Rp57,37 triliun.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Surabaya Nanis Chairani, di Surabaya, Jawa Timur, Jumat, mengatakan investasi pada 2018 melebihi target awal yang ditetapkan yakni sebesar Rp41,58 triliun.
"Para investor dari dalam dan luar negeri menunjukkan keseriusannya untuk berinvestasi di Surabaya. Tentu saja, hal itu karena kondisi kota yang aman, nyaman, dan kondusif," katanya.
Menurut dia, nominal investasi tersebut berasal dari tiga sumber yakni penanaman modal asing (PMA) sebanyak Rp 0,71 triliun, penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp0,14 triliun, dan Rp56,5 triliun dari non-fasilitas.
Nanis mengatakan non-fasilitas masih menjadi penyumbang dominan dalam pencapaian tersebut. Non-fasilitas merupakan investor yang memiliki badan usaha dengan nilai kurang dari Rp15 miliar dan kebanyakan berasal dari lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa perekonomian di Surabaya mampu berjalan mandiri, tanpa terlalu bergantung pada modal asing.
"UMKM, 'startup', dan industri-industri rumahan atau kecil itu juga termasuk non-fasilitas. Perkembangannya cukup signifikan, sehingga angka investasinya juga cukup fantastis. Sebab, pemerintah kota juga memiliki kepedulian tinggi pada pemain di industri kecil dan menengah ini," ujarnya.
Nanis menyadari kesuksesan itu bukan tanpa alasan karena sederet inovasi kerap dilakukan demi menunjukkan Surabaya sebagai kota ramah investor. Hal itu juga demi turut merealisasikan misi yang dibawa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yakni mewujudkan Surabaya sebagai pusat penghubung perdagangan dan jasa antarpulau dan internasional.
Selain itu, lanjut dia, Surabaya memantapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan daya saing usaha-usaha ekonomi lokal, inovasi produk dan jasa, serta pengembangan industri kreatif. DPM-PTSP juga kerap melakukan diskusi dengan banyak pihak, terutama investor dalam dan luar negeri.
"Kami mengundang para investor, lalu memaparkan potensi apa saja yang ada di Surabaya. Selain itu, faktor pendukung seperti infrastruktur, keamanan, dan perizinan yang menjanjikan membuat investasi mereka terus berkembang," ujarnya.
Hal sama juga disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) DPD Jawa Timur Tjahjono Haryono. Menurutnya, Surabaya menjadi kota yang kondusif untuk berinvestasi yang dibuktikan tiap tahun jumlah pengusaha kafe dan restoran terus mengalami kenaikan.
Dari 2017 ke 2018, tercatat 20 persen pertumbuhan pengusaha kuliner. Mereka hadir dengan banyak inovasi, terutama menu yang disajikan dan interior kafe yang unik.
"Masyarakat di Surabaya sangat apresiatif dengan usaha baru yang muncul. Jika ada kafe atau restoran yang baru buka, mayoritas pasti akan ramai," ujarnya.
Gaya hidup modern dan aktif di jejaring sosial juga menjadi salah satu faktor usaha yang berkembang. Lewat media sosial, promosi bisa dilakukan dengan tepat dan cepat.
Hal lain yang membuat bisnis terus tumbuh di Surabaya adalah faktor infrastruktur. Tjahjono mengakui bahwa Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia memiliki infrastruktur yang mumpuni. Terlebih, pemerintah kota juga sangat kooperatif dengan mempermudah perizinan pendirian usaha baru. (an/ar)