Kopi Robusta dan Liberika Khas dari Lereng Gunung Kelud
Dusun Laharpang, Desa Puncu Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, letaknya berada persis di lereng Gunung Kelud yang hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari puncaknya.
Mata pencaharian masyarakat di sini, mayoritas adalah petani yang memanfaatkan kesuburan tanahnya. Komoditi pertanian yang ditanam meliputi, cengkih, kopi, lombok, bawang merah, tanaman buah-buahan seperti alpukat dan durian.
Dari hasil komoditi pertanian tersebut, masyarakat sekitar mulai memanfaatkannya dengan mengolah kopi sebagai produk unggulan UMKM warga setempat. Sejak dua tahun lalu, kopi Liberika dan Robusta Kelud menjadi idola para pecinta kopi di Jawa Timur hingga mancanegara seperti Hong Kong dan Kairo, Mesir.
Produk kopi lokal para petani lereng Gunung Kelud itu diberi lebel Kopi Laharpang. Kualitas kopi ini berani diadu dengan kopi dari daerah lain. Menurut Agus Pujianto, salah satu anggota UMKM bagian pengiriman mengatakan, jika kopi jenis Liberika harumnya khas seperti buah nangka.
"Kadar kafeinnya lebih rendah jika dibandingkan dengan Robusta," jelas dia.
Sedangkan kopi jenis Robusta, lanjut Agus Pujianto, lebih menonjol rasa pahitnya. Ini karena dipengaruhi tanaman bergetah yang ada di samping kanan dan kiri tumbuhan kopi. "Robusta rasa pahitnya lebih nendang," imbuhnya.
Produksi 100-150 Bungkus
Dua varian kopi bubuk kemasan berisi berat 250 gram per bungkus dijual seharga Rp 22.500. Agus Pujianto menambahkan, selama beberapa tahun eksis diproduk penjualan kopi, kini usaha UMKM rintisan tersebut terus berkembang dan sudah memiliki 6 mesin rosting penggorengan biji kopi dan mesin packing kemasan.
"Kalau dalam sehari bisa produksi 100-150 bungkus," papar Agus Pujianto.
Semua pasokan biji kopi yang ada, semuanya berasal dari petani lokal masyarakat setempat. Per satu kilogram kopi Robusta dibeli dari petani dengan harga antara Rp 21.000-22.000. Sementara untuk kopi jenis Lebrika harganya sedikit mahal Rp 30.000 per kilogram.
Kopi yang ditanam oleh petani lereng Gunung Kelud biasanya berada diketinggian antara 900-1000 mdpl. Masa panen tanaman kopi biasanya dalam satu tahun sebanyak satu kali. Jika memasuki musim penghujan seperti sekarang tanaman kopi memasuki fase berbunga. Biasanya jika masa panen memasuki bulan ke 6,7, dan 8.
"Kalau memasuki musim penghujan biasanya kopi mulai berbunga, jika masa panen masuk antara bulan 6,7 dan 8. Meski masa panen sudah lewat tapi stok untuk saat ini masih ada," terang Hendro Kiswanto selaku bendahara atau keuangan UMKM KSM.
Sementara itu, memasuki masa pandemi seperti sekarang Nur Yakin selaku ketua kelompok tani setempat menjelaskan, jika terjadi penurunan produksi kopi sampai 50 persen. Awalnya, sebelum masa pandemi bisa memproduksi sampai 3 kwintal, untuk sekarang hampir separuhnya 1,5 kwintal dalam kurun waktu 1 bulan.
"Itu sudah dalam bentuk produksi powder (bubuk), yang jelas itu karena kendala market tidak jalan (pandemi). Itu pun masih bagus jika dibandingkan UMKM yang lain lebih banyak gulung tikar pada saat pandemi. Untuk saat ini kita nggak," jelas Nur Yakin.
Untuk mensiasati pemasaran produk agar tetap laku, di massa pandemi pihaknya bergantung pada penjualan sistem online. "Untungnya kita marketing secara online dan offline. Kalau offline kita vakum berhenti, karena masa pandemi. Kita pergunakan sistem onlineny," terangnya.
Setelah produksi kopi jenis Liberika dan Robusta, kini kelompok petani Dusun Laharpang mengembangkan jenis kopi Arabika. Dalam rentang waktu satu tahun, semua hasil panen petani kopi mencapai kisaran 6-8 ton biji kering. Biji kering kopi tersebut kemudian masih disotir kembali.
"Saya punya 35 anggota petani yang kita rekrut untuk penyiapan produksi. Dan seluruh warga sini yang kita tampung hasil panennya. Tapi untuk produksinya sendiri saya punya 11 tim," paparnya.
Edukasi Tanaman Kopi
Sementara itu, guna memberikan edukasi kepada para petani kopi lokal, calon tunggal Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramono memberikan edukasi kepada mereka tentang tanaman kopi. Edukasi yang diberikan mulai dari cara penanaman kopi yang benar, pasca panen hingga produksi.
Selaku pemateri didatangkan langsung pakar kopi dari Gayoh Aceh. "Yang jelas kota dapat manfaatnya ya, dipelatihan dulu kita nggak paham. Sekarang lebih paham, ini ternyata ada yang salah," ujarnya.
Pelatihan tanaman kopi untuk petani kopi ini mengambil tema penyuluhan bersama pengembangan dan optimalisasi perkebunan kopi Robusta. Hanindhito Himawan Pramono pun berpesan kepada para petani desa setempat agar segara merubah pola pikir.
Menurutnya, para petani kopi harus meningkatkan kualitas produksi kopinya agar bisa bersaing dengan biji kopi di daerah lain yang dieksport ke luar negeri.
"Jika dirunut persoalanya ada diperkebunanya. Jadi yang harus dicek dan diperbaiki adalah sistem yang bagaimana para petani ini tahu menanam yang baik dan benar. Mengelolah termasuk memisahkan biji dan sebagainya. Itu memang butuh pelatihan tersendiri," kata pemuda berusia 28 tahun yang akrab disapa Dito ini.