17 Tahun Tunggu Eksekusi Mati, Nurhasan Jadi Ustad dan Khotib
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) Republik Indonesia baru saja menyebutkan, sebanyak 404 narapidana sedang menunggu dieksekusi mati, sesuai putusan pengadilan.
Ternyata, ada 2 warga Lamongan yang dipastikan terdaftar dari sebanyak 404 narapidana itu. Yakni, Nurhasan, warga Desa Nglebur, Kecamatan Kedungpring dan Sunarto, warga Desa Sumberwudi, Kecamatan Karanggeneng.
Masing-masing terpidana divonis hukuman mati oleh Pengadilan Lamongan dalam kasus dan waktu kejadiannya berbeda.
Nurhasan terpidana mati dalam kasus pembunuhan 3 orang rekan bisnisnya secara sadis pada 2005. Salah satu korban setelah dibunuh dimakamkan di pekarangan belakang rumahnya.
Sedang, Sunarto adalah terpidana mati sebagai otak intelektual kasus pembunuhan mertua perempuan Bupati Lamongan Yuhronur Efendi pada 2002. (Saat kejadian Yuhronur masih menjabat Sekda).
Rekan terpidana Sunarto, tidak lain sang eksekutor Imam Winarto divonis hukuman seumur hidup. Tapi, awal Deseber 2021 lalu nekat gantung diri saat menjalani hukuman di Lapas Malang.
Lantas, bagaimana kehidupan kedua terpidana mati itu sekarang? Ternyata, kisah hidup Nurhasan sangat menarik. Karena, Saat ini, terdapat sekitar 79 narapidana yang sedang menunggu dieksekusi mati lebih dari 10 tahun.
Menurut Edy Yusuf SH MHum, pengacara Nurhasan, kliennya kini sudah menghuni Lapas Porong selama 17 tahun. Dan, dia lebih senang dibilang menunggu grasi yang diajukannya sejak 2011 lalu.
"Kita sangat berharap grasi turun, semula hukuman mati setidaknya bisa lebih ringan menjadi seumur hidup, "katanya kepada Ngopibareng.id, Minggu 30 Januari 2022, malam.
Alasannya, lanjut Edy Yusuf yang merupakan pengacara asli Babat, Lamongan ini, sudah menjadi kewajibannya berjuang meringankan hukuman klien. Selain itu, Nurhasan diyakinkan sudah taubat dan menjadi orang lebih baik.
"Dia sudah taubat. Dia sekarang menjadi ustadz. Oleh pihak lapas dia dipercaya sebagai imam dan khotib masjid lapas," terangnya.
Sehingga, kalau grasi turun dengan harapan minimal menjadi hukuman seumur hidup, tentu kehidupan Nurhasan akan lebih baik dan lebih bermanfaat bagi masyarakat.
"Khususnya masyarakat penghuni lapas. Karena dia juga menjadi ustadz dan mengajar kebaikan termasuk menjadi guru mengaji. Banyak kok penghuni lapas yang menjadi lebih baik dan sadar karena mendapat bimbingan Nurhasan,"imbuh Edy Yusuf.
Lantas, bagaimana dengan terpidana mati Winarto? Pengacaranya, Lukman Hakim mengaku juga berharap grasi yang diajukan bisa turun dengan putusan meringankan hukuman mati, minimal menjadi seumur hidup.
"Bagaimanapun namanya orang ingin bertobat untuk memperbaiki kesalahannya," tandasnya.
Sebelumnya tersiar kabar, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik penjatuhan pidana mati. ICJR meminta pemerintah meninjau ulang aturan hukuman mati di Indonesia.
Pemerintah didesak agar meninjau kembali pengaturan komutasi pidana mati dalam RKUHP sebagai jalan tengah, termasuk soal peluang penerapannya bagi terpidana mati.