17 Desersi Tentara Kolombia Terlibat Pembunuhan Presiden Haiti
Pejabat tinggi penegak hukum negara Kolombia mengatakan, sebanyak 17 mantan tentara Kolombia diyakini terlibat dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moise. Demikian kata Direktur Jenderal Polisi Nasional Jorge Luis Vargas Valencia, Jumat 9 Juli 2021.
Menurut Jorge Luis Vargas Valencia, orang-orang itu "kemungkinan milik tentara nasional" Kolombia, tetapi keluar dari militer antara 2018 dan 2020. Dua dari mantan tentara itu akhirnya tewas dalam bentrokan dengan polisi Haiti.
Fakta Desersi Tentara Kolombia
Kepala polisi Kolombia tidak memberikan informasi apa pun tentang mengapa orang-orang itu meninggalkan militer, desersi. Menurut Vargas, terdapat empat perusahaan yang tidak disebutkan namanya yang terlibat dalam "perekrutan, pengumpulan orang-orang ini" yang terkait dengan pembunuhan itu.
Pejabat penegak hukum mengatakan dua pria Kolombia melakukan perjalanan ke Haiti melalui Panama dan Republik Dominika pada awal Mei.
Vargas mengatakan kelompok kedua dari 11 tersangka Kolombia melakukan perjalanan ke Haiti melalui kota resor Dominika Punta Cana pada awal Juni, seperti dikutip Deutsche Welle, Sabtu 10 Juli 2021.
Jenderal Kolombia Luis Fernando Navarro mengatakan para desersi atau mantan tentara Kolombia kemungkinan adalah tentara bayaran.
Problem Tentara Bayaran di Kolombia
"Perekrutan tentara Kolombia untuk pergi ke belahan dunia lain sebagai tentara bayaran adalah masalah yang sudah ada sejak lama, karena tidak ada undang-undang yang melarangnya," kata Navarro kepada wartawan, Jumat. "Ada sejumlah besar tentara Kolombia di Dubai, misalnya."
Pejabat Haiti mengklaim Moise dibunuh oleh 28 anggota regu pembunuh yang terdiri dari 26 orang Kolombia dan dua orang Amerika keturunan Haiti. Sejauh ini, 17 tersangka telah ditangkap atas pembunuhan itu.
Fakta Pembunuhan Jovenel Moise
Presiden Haiti Jovenel Moise ditembak mati oleh orang-orang bersenjata dengan senapan serbu di kediaman pribadinya pada Rabu malam 7 Juli 2021. Pembunuhan itu, yang mendapat kecaman dari Washington dan negara-negara tetangga Amerika Latin, terjadi di tengah kerusuhan politik, gelombang kekerasan geng dan krisis kemanusiaan yang berkembang di negara termiskin di Amerika itu.
Pemerintah mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu untuk membantu memburu para pembunuh yang oleh duta besar Haiti untuk Amerika Serikat, Bocchit Edmond, digambarkan sebagai sekelompok "tentara bayaran asing" dan pembunuh terlatih.
Orang-orang bersenjata itu berbicara dalam bahasa Inggris dan Spanyol, kata Perdana Menteri sementara Claude Joseph, yang mengambil alih kepemimpinan negara, di mana mayoritas berbicara bahasa Prancis atau Kreol Haiti.
"Teman-temanku - tetap tenang karena situasi terkendali," kata Joseph dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara itu, didukung oleh deretan pejabat berwajah muram, seperti dikutip Reuters, Kamis 8 Juli 2021. "Pukulan ini telah melukai negara ini, bangsa ini, tetapi tidak akan dibiarkan begitu saja."
Perjuangan Stabilitas Politik Jovenel Moise
Haiti, sebuah negara berpenduduk sekitar 11 juta orang, telah berjuang untuk mencapai stabilitas sejak jatuhnya kediktatoran dinasti Duvalier pada tahun 1986, dan telah bergulat dengan serangkaian kudeta dan intervensi asing.
Istri presiden, Martine Moise, juga tertembak dalam serangan itu, yang terjadi sekitar pukul 01:00 waktu setempat (0500 GMT) di rumah pasangan itu di perbukitan di atas Port-au-Prince. Dia dalam kondisi kritis dan tiba di Florida pada Rabu malam untuk perawatan, menurut stasiun televisi lokal AS.
Edmond mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara, orang-orang bersenjata itu menyamar sebagai agen Administrasi Penegakan Narkoba AS (DEA) ketika mereka memasuki kediaman Moise yang dijaga saat malam - langkah yang kemungkinan membantu mereka masuk.