17 08 2019: Kemerdekaan untuk Semua!
Pada saat Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, Jumat, 17 Agustus 1945, jam 10 WIB tepat, seluruh rakyat di bumi Nusantara ini larut dalam impian betapa indahnya menikmati kehidupan di alam merdeka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan memasuki umurnya yang ke-74 tahun, mimpi itu ternyata tak sepenuhnya menjadi kenyataan. Mayoritas rakyat belum sepenuhnya dan bahkan ada yang merasa keterjajahan malah lebih dekat dengan kehidupan mereka.
Bila selama ini tak ada gejolak sosial yang masif dan berarti, karena negeri ini sangat beruntung. Rakyat di negeri ini terbukti sangat fasih dalam hal bersyukur. Mereka menjalankan hidup dengan Nrimo ing pandum...dalam Bahasa Jawa yang artinya…rela menerima apa adanya. Dalam keadaan ketertekanan ekonomi sekalipun, senyum lebar masih menghiasi wajah mereka dalam kehidupan sehari-hari. Suatu sikap hidup yang sangat bersahabat dan menguntungkan bagi setiap penguasa di negeri ini, siapa pun mereka.
Sayangnya, atas budi baik rakyat ini, balas budi dari para penguasa sejak awal Orde Baru dan seterusnya, masih jauh dari apa yang seharusnya rakyat dapatkan. KEMERDEKAAN masih berkutat dan hanya terasakan kehadirannya di wilayah kehidupan para penguasa negeri dan para pengusaha kakap, alias para konglomerat berikut kerabat dan keluarganya. Sementara dalam kehidupam wong cilik, menikmati buah KEMERDEKAAN masih merupakan sesuatu yang yang mirip seperti pungguk merindukan bulan.
KEMERDEKAAN masih saja hadir sebagai harapan dan mimpi indah yang ketika umur proklamasi 17 Agustus 45 kian menua, harapan dan mimpi indah itu lambat laun kian meredup. Pencanangan Trisakti oleh pemerintah di awal kepemimpinan Pak Jokowi sebagai presiden, sempat membuat sejenak ‘harapan’ itu kembali berpijar terang. Hanya sayangnya, Pak Jokowi bergerak, bekerja, dan berpacu sendiri seperti seorang Lone ranger. Upaya Jokowi membumikan Trisakti dalam kehidupan nyata bangsa Indonesia, cenderung tidak dipahami dan didukung oleh mereka yang seharusnya bertugas membantu kinerja Jokowi sebagai presiden.
Terbukti, korupsi dikalangan pejabat negara di pusat dan daerah masih sangat marak dan bertambah gila. Kolusi antara penguasa dan pengusaha masih marak berjalan dan subur berkembang dalam praktik penyelenggaraan negara. Akibatnya, semakin umur kemerdekaan Indonesia bertambah, semakin perekonomian bangsa ini bergerak menjauh dari bangunan ekonomi rakyat dan spirit ekonomi kerakyatan. Pintu masuk dan keluar dari rumah dagang Indonesia dan perekonomian bangsa ini, sepenuhnya dikendalikan oleh segelintir manusia Indonesia yang bergelar taipan ataupun konglomerat. Mereka adalah para pengusaha yang namanya masuk dalam daftar 100 orang-orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes.
Merekalah yang paham dan merasakan betapa nikamat buah KEMERDEKAAN. Mereka sangat bebas MERDEKA memperluas dan membesarkan empire bisnis mereka tanpa hambatan dan tanpa batas. Berlaku di seluruh line kegiatan ekonomi nasional. Dan setelah menguasai hampir seluruh kegiatan perekonomian bangsa ini, mereka pun merambah ke wilayah politik. Lewat kaki tangannya, mereka sangat berhasil mewarnai dan mempengaruhi kinerja lembaga Eksekutif, Legislatif, hingga lembaga Yudikatif. Dengan kekuatan finansial yang mereka miliki, semua dapat mereka beli dan mainkan. Bahkan di beberapa sektor kehidupan, sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.
Agaknya mereka belajar dari para miliader Yahudi yang menguasai perekonomian Amerika. Persis seperti para penguasa di wall street (miliader Yahudi) berkata kepada para pemimpin di gedung putih dan senat Amerika, para konglomerat di negeri ini pun meniru mereka dan berseru… … Tuan-tuan pemimpin dan penguasa…silahkan negeri ini kalian miliki…, tapi biarkan kami yang menguasai. Pilihan menguasai ketimbang memiliki ini, ternyata memang pilihan yang sangat cerdik.
Hal ini sama seperti mengatakan kepada pemiliki kendaraan…silakan Anda memegang dan menyimpan surat BPKB, tapi STNK-nya biar kami yang kuasai . Sehingga kendaraan hanya bisa beroperasi bila pemegang STNK yang menjalankannya. Begitulah analogi yang cukup pas untuk menggambarkan bagaimana para konglomerat pemegang STNK negeri ini berada dalam posisi yang sangat strategis dalam menentukan jalan dan tidaknya kendaraan yang bernama ‘ekonomi Indonesia’. Apa ini yang diimpikan para pendiri Republik?!
Bersyukur Pak Jokowi baru-baru ini mencanangkan program kerja dengan motto ‘SDM Unggul-Indonesia Maju’. Dengan pencanangan program ini, tentunya upaya menjadikan BPKB dan STNK berada di tangan Pemerintah menjadi tujuan., Bila hal ini benar adanya, sungguh merupakan langkah yang perlu diberikan dukungan penuh oleh seluruh komponen rakyat di negeri ini. Karena rakyat sangat berharap; tidak ada lagi pembiaran penguasaan para taipan terhadap seluruh aktivitas perekonomian bangsa ini. Penguasaan mereka dari mulai sektor produksi (industri), distribusi, keagenan, hingga retail, sudah harus dihentikan. Tidak ada lagi pembiaran terhadap pelebaran dan pengembangan usaha di negeri ini yang TAK-tak terbatas. Kegiatan perekonomian harus kembali ke jalan dan cita-cita Pasal 33 UUD’45!
Hanya dengan cara ini kemerdekaan ekonomi (demokrasi ekonomi) dalam tubuh bangsa ini bisa kembaliu hidup dan tumbuh berkembang menjadi ada dan nyata. Sekaligus membebaskan lembaga-lembaga negara di level eksekutif, legislatif dan yudikatif dari intervensi mereka hingga para pemimpin bangsa ini kembali berwibawa dan dapat bekerja secara tegas dan merdeka. Tidak lagi menunjukkan keberpihakan kepada kepentingan para taipan, tapi berpihak pada kepentingan rakyat!
Pada saat lembaga-lembaga negara tersebut dapat bekerja secara merdeka dan bermartabat, barulah lembaga-lembaga tersebut berkemampuan memerdekakan rakyat Indonesia dari keterbelenguan ekonomi mereka dari tangan kartel raksasa milik para taipan. Hanya dengan cara inilah Trisakti bisa hadir menjadi kenyataan secara perlahan tapi pasti. Bersamaan itu pula program ‘SDM unggul Indonesia maju’ bisa terlaksana dan terwujud. Tanpa langkah ini, niscaya ‘SDM unggul Indonesia maju’ hanya akan menjadi slogan kosong penebar mimpi indah yang menyakitkan. Karena yang maju dan berjaya dipastikan hanya dia-dia lagi, para taipan-konglomerat berikut kerabat dan keluarganya!
Hanya dengan menghayati makna Kemerdekaan dan mampu memaknai arti hidup merdeka sebagaimana cita-cita pendiri Republik secara utuh dan sepenuhnya, barulah kemampuan untuk memerdekakan rakyat dari ‘keterjajahan’ selama ini, bisa dimiliki oleh para pemimpin di negeri ini! Pada saat itulah penguatan Indonesia sebagai negara digdaya dan adidaya yang berpandangan hidup Pancasila sejati, baru dapat diwujudkan. Dan KEMERDEKAAN pun menjadi milik semua…, seluruh rakyat Indonesia!.
Karenanya perayaan hari kemerdekaan kali ini, haruslah diisi oleh berbagai persembahan yang kontekstual terhadap cita-cita merdeka sebagaimana harapan dan mimpinya rakyat Indonesia saat teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno-Hatta 74 tahun yang lalu. Pengibaran bendera saat memperingati hari Proklamasi 17 Agustus 45 itu memang harus dan sangat penting. Tapi yang saat ini dirasakan tidak kalah pentingnya adalah pengibaran kepercayaan diri, harga diri, dan marwah bangsa ini.
Kesadaran akan hal ini sangat penting. Agar anak-anak negeri ini, kaum millenial khususnya, dapat mengerti dan merasakan bahwa kiita adalah sebuah bangsa yang berkarakter, berbudaya, dan berperadaban tinggi sebagaimana yang telah dipercontohkan dan dicita-citakan para pendiri republik. Sejak masa perjuangan, persiapan kemerdekaan, hingga puncak capaian kerja membangun peradaban sebuah bangsa yang progresive revolusioner…yang oleh para pendiri Republik dimanifestasikan lewat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Kalau tidak begitu, lalu KEMERDEKAAN ini untuk siapa? Karena pada hakekatnya KEMERDEKAAN dihadirkan agar rakyat dapat hidup MERDEKA. Dan pada yang telah berhasil hidup MERDEKA sepenuhnya, wajib MEMERDEKAKAN mereka yang masih terbelenggu dalam penjajahan politik, ekonomi, sosial, dan budaya!
Begitu Bung Karno berpesan dan mengajarkan kepada kita semua! Tolong lanjutkan Pak Jokowi! Selamat bekerja..bekerja..dan bekerja..Cerdas!
Advertisement