15 Poin Penting! Ini Dia yang Paling Berhak Menjadi Imam Shalat
Yang paling berhak didahulukan secara mutlak untuk menjadi Imam Shalat adalah pemimpin/penguasa wilayah. Apabila shalat jamaah didirikan di rumah maka penghuni rumah lebih utama menjadi imam dari yang lainnya, kecuali orang yang menyewakan rumah (walau tidak menghuninya) lebih utama dari orang yang menyewanya.
Adapun shalat jamaah di masjid maka yang didahulukan menjadi imam adalah imam shalat rawatib yang telah ditunjuk pemerintah, (ketika disitu tidak ada pemimpin/penguasa) apabila ada maka lebih yang didahulukan adalah penguasa.
Berdasarkan hadits :
(لا يَؤُمن الرجلُ الرجلَ في سلطانه)
Apabila tidak ada penguasa, juga tidak ada utusan imam dari penguasa dan tidak ada imam rawatib maka berikut urutannya :
1. (al Afqah al Aqra') al afqah dapat diartikan sebagai orang yang paling menguasai hukum-hukum fiqih (dalam fiqih shalat) sesuai tuntunan baginda Rasulullah ﷺ, sedangkan al aqra' adalah yang paling banyak hafalannya dan paling bagus bacaannya.
2. al Afqah, lebih didahulukan daripada al aqra'.
Maulana Syaikh Abdul Aziz Asyahawi menjelaskan :
لماذا قدم الأفقه على الأقرأ ؟ لأن افتقار الفقه في الصلاة لا ينحصر
karena kebutuhan fiqih didalam shalat sangat banyak tak terbatas.
Seperti yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau memilih Sayyiduna Abu Bakar ra, untuk menjadi imam shalat, padahal diwaktu itu Rasulullah ﷺ, telah mengukuhkan bahwa sahabat selain sayyiduna Abu Bakar ra, ada yang lebih mahir dalam al qur'an, seperti sayyiduna Ubay bin ka'ab, Mu'adz bin jabal ,Zaid bin Tsabit, Abu Zaid dan Abu Darda' ra, akan tetapi Rasulullah ﷺ menunjuk Sayyiduna Abu Bakar ra, sebagai imam shalat karena beliau adalah orang yang paling mengetahui hukum-hukum agama setelah nabi dan rasul.
Sedangkan pemahaman yang tepat dalam memahami hadist dalam shahih Imam Muslim :
عن أبي مسعود الأنصاري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «يَؤُمُّ القومَ أقرؤهم لكتاب الله، فإن كانوا في القراءة سواء، فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواء، فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواء، فأقدمهم سنّاً (وفي رواية : سِلْمًا)، ولا يَؤُمَّنَّ الرجلُ الرجلَ في سلطانه، ولا يقعد في بيته على تَكْرِمَتِهِ إلا بإذنه
Dari Abu Mas'ūd Al-Anṣāri -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Yang berhak mengimami suatu kaum adalah orang yang paling bagus bacaan Al-Qurān-nya. Jika mereka setara dalam bacaan (hafalan), maka dipilih yang paling menguasai (mengerti) hukum-hukum sunah. Jika dalam penguasaan sunah sama, maka yang dipilih adalah yang paling dahulu hijrah (ke Madinah).
Jika Dalam Hal Hijrah
Jika dalam hal hijrah sama, maka dipilih yang lebih dahulu yang paling sepuh dan dalam riwayat lain yang paling dahulu memeluk Islam, Jangan sekali-kali seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya. Dan tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah kecuali atas izinnya
Dalam hadits di atas Sayyiduna Muhammad ﷺ mengedepankan al aqra' dari al afqah karena di zaman itu qari' sudah pasti faqih. Tetapi di zaman sekarang hal itu berbeda, qari' belum tentu faqih. Begitu juga sebaliknya. Namun, apabila ada orang yang di dalam dirinya terdapat dua kriteria penting tersebut, maka dialah yang paling utama.
3. al Aqra' lebih didahulukan dari orang yang wara', karena dalam ibadah shalat al aqra' lebih dibutuhkan darinya, dan merujuk kepada asli hukum dalam hadist diatas.
4. al Awra' dapat diartikan sebagai orang yang sangat berhati-hati terhadap sesuatu yang masih diragukan kehalalan dan keharamannya (syubhat). sedangkan zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang lebih. maka orang yang zuhud lebih diutamakan dari orang wara'.
5. Orang yang paling awal berhijrah, dan keturunannya lebih didahulukan dari yang lainnya.
6. Orang yang paling awal masuk Islam (walau masih muda).
lebih didahulukan dari orang yang bernasab mulia, karena keutamaan orang yang bernasab mulia terdapat dalam bapak dan kakek moyangnya, sedangkan orang yang lebih awal masuk islam mempunyai kemuliaan dalam dirinya sendiri, maka hal lebih utama.
Dalam hal ini ada dua riwayat :
(a). Riwayat salah seorang ahli suffah Sayyiduna Malik bin Huwairits dalam Sohih Bukhari :
ليؤمَّكم أكبرُكم :
Hendaklah yang menjadi imam kalian adalah orang yang paling sepuh diantara kalian.
(b). dan dalam riwayat hadist muslim :
فأقدمُهم سِلْما
maka (didahulukan sebagai imam) yang paling dahulu memeluk Islam.
mayoritas ulama berpendapat bahwa yang paling dahulu memeluk islam, point atau titik beratnya adalah siapa yang lebih dahulu dan bukan siapa yang lebih tua, seperti yang dikatakan Imam Nawawi dalam majmu'. Maka ketika ada dua orang yang satu muda dan satunya lebih tua masuk Islam dalam waktu yang berbeda, maka yang lebih didahulukan menjadi imam adalah yang paling awal masuk islamnya walaupun lebih muda dalam usia. Akan tetapi beda kasus apabila ada dua orang dengan usia yang berbeda masuk Islam dalam waktu yang sama, maka yang lebih tualah yang didahulukan, sesuai konteks keumuman hadist sahabat malik bin huwairits diatas.
Dan konteks Hadits sahabat malik (ليؤمَّكم أكبركم) untuk dirinya dan para sahabatnya, yang pada waktu itu mereka masuk islam secara bersamaan, dengan nasab, waktu hijrah, pengetahuan ilmu fiqih dan Al-Qur'an mereka sama, maka didahulukanlah yang paling tua diantara mereka.
Wajah rupawan
7. Orang yang paling rupawan wajahnya.
8. Orang yang paling baik akhlaknya.
9. Orang yang paling baik nasabnya.
Seperti keturunan bani Hasyim dan Mutthalib, juga keturunan ulama dan orang yang sholeh.
10. Orang yang paling bersih badan dan pakaiannya.
11. Orang yang paling baik pekerjaannya.
12. Orang yang paling baik perjalanan hidupnya.
13. orang yang paling merdu suaranya. Karena hati jama'ah lebih khusyu ketika mendengarkan lantunan ayat al Qur'an dengan suara yang merdu.
14. Orang yang paling baik pribadi dan alhlaknya, karena akan selalu dilihat dan diikuti, sehingga menjadi panutan bagi yang lain.
Dan yang terakhir, sebagian ulama ada yang menambahkan point ini yaitu :
15. Orang yang paling cantik istrinya.
Dalam poin terakhir Maulana Syaikh Syahawi menjelaskan : Karena orang yang cantik istrinya lebih menjaga pandangan.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak buta dan orang yang buta?
Beliau menjawab: kedua orang itu sama dalam satu tingkatan, karena orang buta lebih khusyu' ketika shalat karena terjaganya pandangan, dan orang yang tidak buta lebih teliti dalam bersuci.
Wallahu A'lam Bisshawab.
*) Dikutip dari penjelasan Maulana Syaikhina al Allamah Abdul Aziz as-Syahawi hafidzahullah.
Advertisement