13 Tahun Berlalu, Kasus Munir Tak Juga Terungkap
7 SEPTEMBER, 13 tahun lalu, sorang aktivis hak asasi manusia meregang nyawa dalam pesawat menuju Amsterdam, Belanda. Munir Said Thalib tewas diracun akibat kandungan arsenik dalam minumannya.
Pesawat Garuda Indonesia (GA-974) dan kursi dengan nomor 40 G menjadi saksi bisu kematian pria asal Malang, Jawa Timur itu.
Pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, divonis bersalah, karena terbukti berperan sebagai eksekutor terbunuhnya Munir. Ia harus mendekam dipenjara 14 tahun lamanya, namun dirinya kini sudah bebas.
Tapi, keadilan sebenarnya dinilai belum terungkap lantaran siapa dalang dibalik terbunuhnya Munir belum juga bisa terungkap.
Siapa yang memerintah Pollycarpus, dan apa motifnya juga belum teraba. Padahal, Tim Pencari Fakta (TPF) sudah dibentuk di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun dokumen hasil investigasi TPF kini dikabarkan hilang dan tak jelas rimbanya. Harapan untuk menjadikan dokumen itu sebagai dokumen publik juga kandas di pengadilan.
Alih-alih membuka dokumen tersebut, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara malah mengajukan keberatan atas putusan KIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kemudian pada Februari 2017 PTUN memutuskan membatalkan putusan KIP.
Tak tinggal diam, Kontras mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan PTUN tersebut. Lalu pada Juni 2017 MA menguatkan putusan PTUN bahwa dokumen TPF Munir bukan informasi publik dan tidak harus dibuka.
Istri Munir, Suciwati kecewa dengan Presiden Jokowi yang sebelumnya berjanji akan menyelesaikan masalah pelanggaran HAM. Undangan untuk hadir dalam upacara 17 Agustus 2017 ia acuhkan. Bahkan, Slogan Revolusi Mental yang dikampanyekan, dimentahkannya.
Suciwati mengaku, bagaimana Jokowi menghubugi dirinya saat kampanye jelang Pilres 2014 untuk meminta dukungan.
“Saya tidak pernah heran ketika mau maju presiden seperti itu dan ketika jadi presiden kita bisa lihat seperti apa," kata Suciwati.
"Tiga tahun saja enggak ngapa-ngapain terhadap HAM, gimana kita mau nambah lagi?" tambah Suciwati.
Munir memang gencar menyuarakan keadilan untuk korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus setelah rezim Soeharto tumbang.
Suara-suara lantang eks aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini mendorong pencopotan Danjen Kopassus kala itu, Prabowo Subianto, dan diadilinya sejumlah Anggota Tim Mawar.
Eksistensinya dalam pergulatan HAM ditandai dengan mendirikan KontraS dan aktivitasnya dalam lembaga nirlaba serupa lainnya.
Tahun 2004, Munir tewas diracun dalam perjalanan ke Amsterdam, Belanda, 7 September. Padahal, ia ingin melanjutkan studi hukum di negeri kincir angin itu.
Tanggal 12 November 2004, polisi Belanda menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini pun dikonfirmasi Polri.
Ada beberapa pihak yang berhasil diseret ke meja hijau terkait kematian Munir. Satu diantaranya, bekas pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.
Pada 20 Desember 2005, dia dijatuhi vonis 14 tahun penjara, karena dianggap terbukti menaruh arsenik di minuman Munir.
Bekas Komandan Jenderal Kopassus, Muchdi Pr, pun pernah dibawa ke pengadilan. Namun, 31 Desember 2008, divonis bebas.
Kasus kematian Munir masih gelap. Apalagi, hasil kerja-kerja TPF Pembunuhan Munir dikabarkan hilang dan belum diketahui keberadaannya hingga kini. (frd)
Advertisement