13 Ribu Anjing Dibantai, Dijadikan Rica Rica Juga Tongseng, Lalu?
Asu. Bergesernya jadi sengsu. Asu menjadi sengsu setelah melalui sebuah proses. Agak panjang. Juga rumit, bagi yang tak biasa. Asu dibunuh dulu dengan metode tertentu. Tidak disembelih, seperti halnya sapi atau kambing. Setelah mati baru dikuliti. Kemudian dimasak, juga dengan metode tertentu. Kebanyakan menjadi menu dengan judul rica-rica.
Kalau masuk warung, kaki lima, di geber-nya bertuliskan rica-rica pedas atau apalah variannya, kemudian warungnya berada di Jawa Tengah sisi Selatan, wilayahnya berada di Kabupaten Karanganyar, juga Solo, atau sebut saja eks Karesidenan Surakarta, bertanyalah agak detail. Rica-rica yang dimaksud, yang dijual, yang dijadikan menu, bahan bakunya diproses dari apa.
Penting mengetahui bahan baku itu. Sebab, sebagian besar, di sana, rica-rica bahan bakunya adalah daging asu. Setelah memastikan, begitu mendapatkan jawaban sahihnya, baru menentukan: bertahan di warung melanjutkan pembelian, atau ngacir pergi tidak jadi memesan makan.
Asu itu anjing. Beberapa ada yang menyebutnya kirik. Dalam bahasa Jawa Kromo Inggil dikatakan segawon. Lalu, bahasa Inggris menyebutnya dog. Dalam buku lintrik atau yang terkenal dengan sebutan 1000 Tafsir Mimpi: asu, anjing, kirik, segawon, juga dog berkode angka 11. Jadi, kalau ada orang mengupat dengan kalimat, “O dasar 11!” Berarti orang itu sedang mengatai lawan bicaranya sebagai anjing.
Nama sengsu cukup populer di mata pencinta daging asu. Untuk branding penjualan tak hanya sengsu yang populer. Ada nama plesetan seperti wedhus balap. Wedhus itu nama lain dari kambing. Balap itu identik dengan kencang. Mana ada kambing bisa lari kencang? Tidak ada! Jadi wedhus balap itu ya daging asu itu.
Nama wedhus balap cukup membuat mesem orang. Banyak yang mengira, wedhus balap itu daging kambing. Apalagi kalau cara sajinya adalah disate. Sebab itu bertanyalah detail bila masuk warung di wilayah Jawa Tengah bagian Selatan itu. Utamanya di area eks Karesidenan Surakarta.
Selain nama wedhus balap ada juga yang to the point. Menyebutnya sebagai daging Guk Guk. Guk Guk mengacu pada suara anjing yang menyalak itu. Juga ada yang disamarkan, menjadi daging RW. Entah apa singkatannya. Lalu, ada yang menyebutnya juga dengan kode: Ikan 11. Sama saja. Itu semua adalah menu masakan dengan bahan baku daging anjing.
Data Mengejutkan
Sengsu, wedhus balap, guk guk, RW, Ikan 11, dan mungkin ada lagi sebutan lainnya adalah menu. Bukan bahan mentah. Menu makanan yang dijual dan siap dibeli. Seperti hukum pasar umumnya, ada yang menjual berarti pasti ada yang membeli. Lalu, seberapa besar berputarnya komoditas di wilayah per-sengsu-an ini?
Dalam catatan Animal Friends Jogjakarta, yang koalisi dengan Dog Meat Free Indonesia, jumlah anjing dibantai untuk konsumsi manusia ternyata mengejutkan. Tak kurang dari 13 ribu anjing dibantai untuk dijadikan menu makanan dalam setahun. Untuk itu Animal Friends Jogjakarta mendesak pemerintah untuk menutup usaha kuliner bermenu daging anjing.
Angelina Pane, Program Manager Animal Friends Jogjakarta, usai melakukan audiensi dengan Juliyatmono, Bupati Karanganyar, Senin 17 Juni 2016 kepada wartawan mengungkapkan, untuk memenuhi konsumsi daging anjing di kawasan Soloraya, sebanyak 13 ribu ekor anjing dibantai. Anjing-anjing itu didatangkan dari Jawa Timur dan Jawa Barat.
“Cara membantainya juga sadis. Setelah dibantai dijadikan menu, kemudian dijual dan dikonsumsi di 82 warung yang tersebar di Soloraya,” ungkap Angelina.
Dalam audiensi di ruang Garuda - Setda Karanganyar - itu, para aktivis yang berkoalisi dengan Dog Meat Free Indonesia mendesak agar Bupati menutup warung-warung penjual daging anjing di Karanganyar. Dalam audiensi juga dipaparkan, Karanganyar termasuk wilayah penyedia kuliner ini dengan jumlah anjing dibantai mencapai 42 ekor per hari.
Menurut Angelina, tak hanya daging anjingnya yang harus disoal. Bahwa, bahaya penyakit rabies besar kemungkinan mengancam konsumen daging anjing. Belum lagi penyakit zoonosis dari infeksi mikroorganismenya. Sebab itu stop penjualan daging anjing. Langkah stop penjulaan ini akan mempercepat pencapaian Indonesia bebas rabies pada 2020. Tanpa kuliner ekstrem daging anjing, citra daerah pasti ikut membaik.
Berdasarkan investigasi, lanjut Angelina Pane, anjing dari Jawa Timur dan Jawa Barat yang dikirim ke Soloraya itu aslinya adalah peliharaan orang. Malah, banyak di antaranya yang diambil paksa alias dicuri. Tak jarang, untuk mendapatkan si anjing, pemiliknya diintimidasi agar mau menyerahkan dan dijual.
Audiensi berjalan dengan happy ending. Gerakan yang menurut Angelina sudah dimulai tahun 2014 lalu, dengan menyasar komitmen pemerintah daerah, melalui kebijakan bupati/walikota, untuk memutus mata rantai perdagangannya, langsung mendapatkan jawaban. Bupati Karanganyar, Juliyatmono, tanpa banyak berargumen memutuskan agar warung-warung penyedia daging anjing akan ditutup. Kata Bupati, sebagai gantinya para pedagang akan didampingi mengganti menu.
Sementara itu, Siti Sofiyah, Kepala Bidang Peternakan Dinas Perikanan dan Peternakan Karaganyar, menyebutkan, 21 warung penjualan daging anjing memang berada di wilayahnya. Masing-masing berada di Gondangrejo, Colomadu, Jaten, Kebakkramat, dan Matesih.
"Anjing bukan bahan makanan. Kita akan mengusulkan Raperda pelarangan penjualan kuliner satu ini. Selama ini, yang dilakukan dinas, masih sekadar mengecek sampel otak anjing dari warung ke warungitu, untuk mengetahui aspek kesehatannya. Hingga sejauh ini hasilnya belum ada yang positif rabies,” katanya. (widikamidi)