1.287 Peserta UTBK Ikut Rapid Test Gratis, 56 Reaktif, 0 Positif
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya temukan peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang reaktif. Hasil ini diperoleh usai para peserta UTBK wajib menunjukkan bukti hasil non reaktif rapid test atau negatif swab tes. Ini merupakan salah satu syarat Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun ini.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, peserta reaktif tersebut terjaring saat Pemkot Surabaya memberikan pelayanan gratis rapid test di 63 puskesmas Kota Surabaya.
“Layanan rapid test gratis ini dikhususkan bagi warga Surabaya pemegang KIPK (Kartu Indonesia Pintar Kuliah), dan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) atau MBR yang menjadi persyaratan,” kata wanita yang kerap disapa Feny itu, melalui pers rilis yang diterima Ngopibareng.id, Jumat 10 Juli 2020.
Feny mengungkapkan, ada sebanyak 1.287 calon mahasiswa telah memanfaatkan pelayanan rapid test gratis di 63 puskesmas. “Rabu, 8 Juli 2020, hari terakhir rapid test gratis di puskesmas. Ada sekitar 206 orang calon mahasiswa. Reaktifnya ada empat orang,” jelasnya.
Dari angka 1.287 orang tersebut, kata Feny, ada 56 peserta yang mendapatkan hasil rapid test reaktif. Mereka kemudian langsung melakukan swab tes, dan diarahkan menuju ke hotel yang telah disediakan oleh Pemkot Surabaya, untuk menunggu hasilnya sekaligus isolasi.
“Alhamdulillah, dari 56 orang tersebut sudah keluar hasilnya. Mereka berstatus negatif semua. Artinya tidak terpapar Covid-19,” ungkap Feny.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya telah mengeluarkan surat edaran Wali Kota Surabaya nomor 421.4/5853/436.8.4/2020 tanggal 2 Juli 2020, terkait syarat pelaksanaan UTBK dalam SBMPTN, di tahun ini. Kegiatan tersebut dilaksanakan di empat Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto mengatakan, bahwa keselamatan dan kesehatan warga adalah hal yang paling utama. Untuk itu, dengan upaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu antisipasi terjadinya penularan Covid-19, khususnya di lingkungan kampus.
"Pada prinsipnya keselamatan dan kesehatan warga adalah hukum tertinggi. Jadi prinsip itu yang harus dipahamkan kepada semuanya. Jadi kita tidak melihat apa-apa, tapi semata-mata kesehatan dan keselamatan warga adalah hukum yang tertinggi," tutup Irvan.