1200 Persen Lonjakan Kebutuhan Obat, Ini Strategi Menghadapinya
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan sejak 1 Juni 2021, kebutuhan obat-obatan melonjak sekitar 1.200 persen atau 12 kali lipat dari biasanya.
Menyadari hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah melakukan sejumlah upaya antara lain berkomunikasi dengan Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia, mempersiapkan impor bahan baku obat, memperbesar kapasitas produksi, hingga mempersiapkan distribusinya.
"Tapi dibutuhkan waktu antara empat sampai enam minggu agar kapasitas produksi obat dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan peningkatan obat-obatan sebanyak 12 kali lipat ini," ujar Menkes dalam keterangan pers yang disiarkan melalui YouTube Setpres Selasa 27 Juli 2021.
Terkait stok sejumlah obat untuk penanganan Covid-19, Menkes menjelaskan, di awal Agustus nanti obat-obatan seperti Azythromycin, Oseltamivir, maupun Favipiravir sudah mulai masuk ke apotek secara lebih signifikan. Saat ini, stok Azythromycin secara nasional mencapai 11,4 juta dan terdapat 20 pabrik lokal yang memproduksi obat tersebut.
Kapasistas Mencukupi, Tapi Mengapa?
"Sebenarnya kapasitas produksi mencukupi. Memang ada sedikit hambatan di distribusi yang sudah dibicarakan dan sekarang setiap hari kami berkonsultasi dengan teman-teman di GP Farmasi untuk memastikan agar obat Azythromycin ini bisa masuk ke apotek-apotek," ujar Menkes.
Khusus untuk Favipiravir, saat ini stok obat secara nasional mencapai 6 juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Beberapa produsen dalam negeri akan segera meningkatkan stok produksi Favipiravir, termasuk Kimia Farma yang bisa memproduksi hingga dua juta obat per hari.
Selain itu, PT Dexa Medica juga akan mengimpor 15 juta dan pemerintah akan mengimpor 9,2 juta dari beberapa negara di bulan Agustus. Pasokan Favipiravir juga akan ditambah dengan adanya pabrik baru yang rencananya akan memproduksi satu juta Favipiravir setiap harinya mulai Agustus ini.
Favipiravir ini akan mengganti Oseltamivir sebagai obat antivirus. Kalau Azythromycin tadi antibiotik, Favipiravir ini masuk kategori antivirus yang oleh dokter-dokter ahli lima profesi di Indonesia sudah mengkaji dampaknya terhadap mutasi virus delta ini dan mereka menganjurkan agar antivirusnya digunakan Favipiravir.
Terpenuh Kebutuhan Obat Dalam Negeri
"Saya harapkan nanti di bulan Agustus kita sudah punya kapasitas produksi dalam negeri antara 2-4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan," ujar Menkes.
Sedangkan Oseltamivir disebutkan ada stok sampai bulan Agustus sekitar 12 juta tapi nanti ini akan pelan-pelan secara bertahap diganti oleh Favipiravir, untuk pertahankan stok ini "
Sedang untuk obat-obatan lain yang belum bisa diproduksi dalam negeri seperti Remdesivir, Actemra, dan Gamaras, pemerintah akan membuka keran impor dari negara lain. Ketiga obat tersebut, saat ini termasuk obat yang suplainya terbatas karena seluruh negara membutuhkan.
Kata Menkes Rencananya untuk Remdesivir Juli ini akan datang 150 ribu dan Agustus impor lagi 1,2 juta. Sekarang dalam proses untuk membuat Remdesivir di dalam negeri.
Untuk Actemra, pemerintah akan mendatangkan 1.000 vial pada Juli ini dan akan ditambah 138 ribu vial lagi pada bulan Agustus mendatang. Actemra sendiri sempat mengalami lonjakan harga dari harga normal di bawah Rp10 juta, menjadi hingga ratusan juta.
Gamaras akan impor 26 ribu bulan Juli ini dan akan impor lagi 27 ribu bulan Agustus.
Obat-obatan Datang Bertahap
Menkes menjelaskan, obat-obatan tersebut akan datang secara bertahap sehingga kondisi stok obat pada bulan Agustus diharapkan sudah lebih baik. Untuk distribusinya, pemerintah akan bekerja sama dengan GP Farmasi yang akan membantu menyalurkan ke sekitar 12 ribu apotek aktif di seluruh Indonesia.
Ditingkatkan 9 ribu saja apotek yang bisa kasih obat-obatan ini secara konsisten suplainya, akan bisa menstabilkan suplai obat di seluruh Indonesia," ujarnya.
Selain obat-obat yang ada di apotek, Presiden Joko Widodo juga telah menginstruksikan pembagian obat bagi masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman). Sebanyak dua juta paket obat akan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan melalui puskesmas dengan dikirim oleh TNI.
Jalur lain yang bisa digunakan masyarakat untuk mendapatkan obat adalah melalui telemedicine. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah bekerja sama dengan 11 perusahaan telemedicine untuk memberikan jasa konsultasi dokter gratis dan jasa pengiriman obat gratis.
"Memang telemedicine ini baru kita luncurkan di seluruh ibu kota provinsi di Jawa dan Bali. Rencananya nanti akan kita perluas ke seluruh Indonesia," kata Menkes.
Obat untuk Berjaga-jaga
Menkes juga mengimbau kepada masyarakat untuk jangan menyimpan obat-obatan, terutama obat seperti Gamaras, Actemra, dan Remdesivir, di rumahnya hanya untuk berjaga-jaga. Ketiga obat tersebut harus mendapatkan resep dokter dan hanya bisa disuntikkan di rumah sakit. Menkes berharap, obat-obatan tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
"Kasihan yang sakit kalau kita sebagai orang sehat ingin menyimpan obat, bayangkan 20 juta warga menengah pengin beli Azythromycin satu paket 5 tablet itu 100 juta obat akan tertarik dari apotek dan disimpan di rumah sebagai stok.
"Padahal obat-obatan ini harusnya dipakai sebagai resep untuk orang yang sakit. Jadi kami minta tolong agar tolong kita biarkan obat ini benar-benar dibeli oleh orang yang membutuhkan, bukan dibeli untuk kita sebagai stok. Kasihan teman-teman kita yang membutuhkan," pesan Menkes.
Advertisement