Hampir 12 Jam Mensos Idrus Marham Diperiksa KPK
Hampir 12 jam penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Sosial, Idrus Marham. Politisi Partai Golkar ini diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka Eni Maulani Saragi dan Johannes Budisutrisno Kotjo.
Idrus keluar dari ruang penyidik Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan ini sekitar pukul 21.45 WIB. Politikus Partai Golkar itu memberikan keterangan terkait kasus dugaan suap kesepakatan kerja sama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Kepada wartawan Idrus mengatakan seluruh keterangan yang dibutuhkan penyidik soal kasus suap PLTU Riau-1 sudah disampaikan pada pemeriksaan ketiga ini.
"Pokoknya semua yang terkait yang saya ketahui sudah saya jelaskan. Jadi kalau mau tanya, tanyalah ke penyidik, etikanya enggak bagus," kata Idrus kepada wartawan saat keluar dari kantor KPK, Rabu, 15 Agustus 2018 malam.
Saat ditanya terakit pertemuannya bersama Sofyan Basir, Eni Saragih, dan Johannes Kotjo, Idrus juga enggan membeberkan.
"Saya katakan semua yang terkait yang ada sudah saya jelaskan semua. Jadi rinciannya tidak etis jika saya jelaskan semua. Nanti malah dianggap enggak bagus," ujarnya.
Sebelumnya penyidik KPK juga memeriksa dua tersangka yakni Eni Maulani Saragih dan Johannes Budisutrisno Kotjo. Para tersangka diperiksa untuk mengkonfirmasi pertemuan bersama saksi Idrus Marham.
Dalam kasus supa pembangunan proyek PLTU Riau-1, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih di kediaman Idrus pada Jumat 13 Juli 2018 lalu. Ketika diamankan, Eni sedang menghadiri pesta ulang tahun anak Idrus.
KPK mengamankan uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100.000 dan beberapa dokumen dari tangan Tahta Maharaya, staf sekaligus keponakan Eni. KPK menduga uang Rp500 juta itu merupakan janji atas fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni dan para tersangka lainnya atas kerja sama dalam pembangunan PLTU Riau-1.
KPK menduga ada total Rp 4,8 miliar diberikan secara bertahap pada Eni pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 Rp 2 miliar, dan pada 8 Juni 2018 Rp 300 juta. Uang-uang tersebut diberikan oleh Johannes kepada Eni melalui perantara staf dan keluarganya. (wit)