11 Ribu Kabar Hoaks Ditemukan Kominfo, Klarifikasi Berjalan Pelan
Kabar bohong atau hoaks memiliki kecepatan lebih tinggi ketika menyebar dibanding kabar baik atau klarifikasi. Kementerian Teknologi dan Informatika (Kominfo) menemukan 11.222 kabar hoaks sepanjang 2018 hingga 7 Maret 2023.
Hal itu disampaikan Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika Donny Budi Utoyo. Dalam webiner bertajuk Pelajaran dari Pandemi: Kesehatan Rumit Gara-gara Infodemik, yang digagas UNICEF dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Donny memaparkan informasi dari Indeks Literasi Digital Indonesia 2022.
Salah satu temuannya, bahwa kabar hoaks memiliki kecepatan lebihi tinggi dibanding kabar benar atau klarifikasi. "Butuh 20 hari untuk klarifikasi hoaks yang sudah menyebar," katanya dalam webinar pada Selasa 7 Maret 2023 itu.
Dampaknya, kabar hoaks telah tersebar meluas sebelum muncul klarifikasi atau kabar baik terkait hal itu. Selain itu, kabar baik atau klarifikasi juga memiliki jangkauan sebaran lebih pendek dibanding hoaks. Dalam level 1 hingga 19, kabar baik atau klarifikasi akan berhenti di level 10.
Temuan lain, survei Literasi Digital yang berlangsung 2018 hingga 2023, ditemukan isu kesehatan menjadi sasaran informasi hoaks tertinggi. Total terdapat 11.222 kabar hoaks dengan peringkat kedua terbanyak adalah isu di bidang pemerintahan, penipuan, disusul politik. "Kesehatan tinggi karena pandemi. Tren 2023-2024 sepertinya akan lebih banyak hoaks isu pemerintahan," lanjutnya.
Facebook menjadi media sosial tempat tersebarnya hoaks terbanyak, disusul Twitter, Tiktok, kemudian Youtube, dan Instagram. Kominfo kemudian mengajukan sebanyak 6.303 permohonan takedown konten yang dsebut hoaks kepada Facebook, 52 di Instagram, 55 di Youtube, 636 di Twitter, dan 56 konten di Tiktok.
Kondisi ini diikuti temuan jika media sosial menjadi sumber utama rujukan netizen untuk mendapatkan informasi. Popularitasnya melampaui media lain seperti televisi, berita online, situs web pemerintah, radio, dan yang terakhir adalah media cetak.
Namun terkait wadah media yang dianggap terpercaya, netizen masih memilih televisi sebagai rujukan utama kabar yang dipercaya. Baru kemudian memilih media sosial, dibanding situs web pemerintah, atau berita online, media cetak dan juga radio yang ada di peringkat tiga hingga enam daftar sumber terpercaya. "Sedih ya, netizen lebih percaya media sosial dibanding situs pemerintah atau berita online," katanya.
Dampaknya, Donny menyebut, ada banyak media berita online yang kini serius membuat konten di media sosial mereka. Kominfo pun membekali netizen dengan alat bantu untuk melawan hoaks. Lewat laman cek hoaks di http://s.id/cekhoaks.
Kabar yang telah dipastikan hoaks atau melalui proses debunk akan muncul di hasil pencarian laman tersebut.
Advertisement