11 Pesan Filosof Jogja, Merdeka dari Dinasti Politik dan Korupsi
Prof Dr Musa Asy'ari, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Jogjakarta, dikenal sebagai filosuf, cendekiawan, sekaligus pengusaha. Tokoh kelahiran di Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan, 31 Desember 1951, ini dikenal sebagai pencetus gagasan Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekerasan.
Terkait HUT ke-75 RI, Musa Asy'ari menyampaikan sejumlah penting. Berikut 11 renungan Musa Asy'ari:
1
75 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah memerdekaan Indonesia dari nepotisme, dinasti politik dan korupsi berjamaah. Jika tidak, NKRI bagaikan telor di ujung tanduk, akan jatuh ambyar dan tidak menyemaikan kehidupan.
Kerakyatan Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, artinya supremasi akal budi untuk menemukan hikmat yaitu kearifan terdalam. Melalui musyawarah artinya terjadinya proses pertukaran gagasan, ide, bukan pertukaran uang dan money politics.
2
Pelangi di langit seringkali lewat begitu saja, tak menyentuh hati dan pikiran orang yang melihatnya. Akan tetapi pelangi di hati dan pikiran, selalu menyentuh realitas kehidupan yang membuat seseorang menjadi lebih rendah hati dan lebih cerdas memahami dinamika keaneka-ragaman.
3
Dalam kehidupan seseorang, seringkali terjadi pembelokan, karena dalam hidup selalu terjadi proses tarik menarik. Tidak ada yang selamanya tetap, baik di jalan lurus atau pun di jalan belok. Ibaratnya menempuh atau memilih jalan, maka semua ada risikonya, karena kecelakaan bisa terjadi di jalan yang lurus maupun di jalan yang belok.
4
Mungkin ada orang yang membenci masa lalunya sendiri, dan mungkin itu terjadi karena kegetiran hidupnya. Tetapi kegetiran hidup masa lalu, jangan melahirkan dendam yang merusak, beranak pinak dan menebarkan kerusakan dan kebencian. Sesungguhnya dendam masa lalu, bisa diubah menjadi pemicu dan pemacu semangat berpikir positif, produktif dengan berbagai welas asih dengan sesama.
5
Banyak kesalahan, banyak kejahatan, banyak penyelewengan yang dilakukan manusia. Akan tetapi juga banyak kebenaran, banyak kesalehan dan banyak kejujuran yang dilakukannya. Hidup itu dinamis, dan naik turun, demikian juga dengan iman, kadang bertambah dan kadang berkurang. Makna dinamika hidup sesungguhnya adalah pada pencapaian akhir yang baik atau husnul khotimah.
6
Manusia mengawali karirnya di dunia ini dan akan mati di dunia juga. Akan tetapi kehidupan tidak berhenti hanya di dunia. Mungkin tidak ada bukti empiriknya kehidupan di sana, karena belum dijalani, tetapi tanpa ada kehidupan di sana, maka kehidupan di sini adalah kesia-siaan. Tidaklah semua kejadian itu sia-sia. Semua ada makna. Semua ada lahir. Semua ada batin. Hanya kerendahan hati yang dapat memahaminya.
7
Memulai dari awal lagi tidaklah mudah, ibarat rajutan tinggal sedikit lagi akan selesai, tetapi tidak mampu dilakukannya. Kesuksesan di masa lalu, belum tentu bisa diulangi lagi. Ibarat buah apel yang baru sempat dimakan sebagian, tentu menyisakan kepedihan kreatif untuk dapat menyelesaikannya.
8
Manusia tetiba bisa rapuh, keadaan berubah seketika, dan tidak ada kekuatan yang dapat menjadi sandaran, kecuali berdoa dan pasrah, dengan selalu berpikir positif dan ridlo dengan apa yang terjadi. Kembali ke asal kejadian adalah penyelamatan diri yang membebaskan.
9
Ketika Tuhan memberikan kenikmatan yang besar pada hamba-Nya, maka godaan pun datang dengan kegembiraan yang berlebih-lebihan, disertai ketakutan akan kehilangan kenikmatan itu. Akibatnya tergelincir dan menghamba pada hawa nafsunya.
10
Wadah itu menjadi kosong, ketika sudah tidak ada isinya, seperti kata-kata yang kehilangan makna. Apa yang dikatakan jauh dari kenyataan. Omong kosong merusak kepercayaan publik. Seorang pemimpin yang suka omong kosong, cepat atau lambat akan ditinggalkan oleh publiknya sendiri.
11
Dalam bisnis keuntungan tidak bisa didapatkan selamanya, demikian juga kerugian. Jadi jangan bangga hati dengan keuntungan dan jangan kecil hati dengan kerugian. Sesungguhnya kerugian itu sebagai biaya kursus, yang membuatnya makin cerdas untuk memperoleh keuntungan yang lebih bermartabat.
*) Dipetik dari akun facebook musa asy'ari.
Advertisement