11.000 Pekerja Industri Tekstil di PHK, FPKS DPR Sentil Pemerintah
Fraksi PKS DPR RI menilai PHK Karywan industri tekstil kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia, sejak Januari hingga Mei 2024, sebanyak 20 hingga 30 pabrik telah gulung tikar, mengakibatkan 10.800 karyawan kehilangan pekerjaan.
Sementara Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara mencatat terjadi PHK terhadap 50 ribu pekerja industri tekstil.
Kementerian Perindustrian juga melaporkan enam pabrik besar telah tutup hingga Juni 2024, yakni PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusuma Putra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Sai Aparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat, dengan total 11.000 buruh terkena PHK.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyoroti angka PHK di industri tekstil yang kian mengkhawatirkan.
Jika tidak ada solusi dari pemangku kebijakan, ujar Mufida, angka pengangguran akibat lesunya industri tekstil akan membebani pemerintah.
“Pekerja dari industri tekstil yang terkena PHK tidak akan mudah menemukan tempat kerja baru jika kondisi industri tekstil secara nasional masih lesu. Kami di Komisi IX concern dari sisi pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Bagaimanapun bertambahnya angka pengangguran akan membebani pemerintah,” jelas Kurniasih dalam keterangan tertulis, Jumat 26 Juli 2024.
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini menyebut, salah satu penyebab lesunya industri tekstil nasional adalah membanjirnya produk tekstil impor dengan harga yang jauh lebih murah.
Kurniasih mengingatkan jika ada persoalan di hulu terkait sebuah industri padat karya, efeknya akan berdampak di hilir dari sisi pekerja.
“Komisi IX berkepentingan untuk memastikan perlindungan bagi pekerja termasuk dari ancaman PHK sepihak. Harap dicatat setiap kebijakan yang diambil harus diperhatikan dampaknya dari hulu ke hilir, jangan sampai atas nama kemudahan impor justru mengorbankan anak bangsa yang harus kehilangan pekerjaan,” terang Anggota DPR Dapil DKI Jakarta II ini.
Kurniasih mengingatkan, skill para pekerja di bidang industri tekstil tidak serta merta bisa dialihkan ke industri lain atau diminta membuka usaha sebagai akibat PHK yang dilakukan industri.
Menurut Kurniati, pekerja korban PHK masih harus terus menghidup keluarganya. Tidak mudah mencari kerja di Industri tekstil yang lain jika sama-sama sedang lesu atau dipaksa menjadi wirausaha UMKM yang belum tentu mendapatkan penghasilan tetap.
Regulasi Kacau
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara mencatat terjadi PHK terhadap 50.000 pekerja. Data terbaru, menyusul 11 ribu pekerja dari enam perusahaan dirumahkan. Gonta-ganti kebijakan impor tekstil ini yang menjadi salah satu sebab kekisruhan tersebut.
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, misalnya, sudah berubah tiga kali. Dari awalnya bernomor 36 tahun 2023, peraturan itu diubah menjadi nomor 3 tahun 2024, nomor 7 tahun 2024, dan terakhir nomor 8 tahun 2024. Setiap perubahan terjadi hanya dalam rentang tiga bulan. Ini menandakan tidak adanya koordinasi yang baik antara kementerian, minimnya penyerapan aspirasi publik, serta kegamangan pemerintah dalam menentukan prioritas.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 diubah karena ditentang industri yang kesulitan mendapatkan bahan baku kimia. Permendag Nomor 3 Tahun 2024 kemudian muncul untuk mengakomodasinya, tapi kemudian menuai protes penumpang yang kembali dari luar negeri serta buruh migran. Lau terbit Permendag Nomor 7 Tahun 2024 yang kemudian diprotes lagi oleh importir karena sulitnya mengimpor barang. Kini, setelah menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, peraturan itu dikecam industri tekstil dan produk turunannya karena justru memicu banjir pakaian impor di dalam negeri.
Salah satu pasal yang mematikan dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2024 meniadakan pertimbangan teknis impor pakaian jadi. Importir umum kini leluasa mendatangkan pakaian jadi dari mancanegara hanya dengan menyertakan rencana impor dalam satu tahun. Tak perlu lagi syarat tentang kapasitas gudang penyimpanan, penjualan, hingga modal.
Ketidakjelasan aturan ini membuat kegiatan operasional pabrik terus menyusut. Menurut catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, tingkat utilisasi pabrik tekstil dan pakaian jadi sudah di bawah 60 persen dari kapasitas. Yang terendah adalah pemintalan benang yang tinggal 40 persen.
Semestinya, dengan kondisi seperti itu, pemerintah sudah menyalakan alarm bahayanya. Ada yang salah dalam industri ini. Jika negara lain seperti Cina mengekspor pakaian dengan menerapkan praktik dumping, semestinya pemerintah segera mengantisipasinya dengan menerapkan bea masuk antidumping hingga bea masuk tindakan pengamanan. Rupanya, aturan bea masuk antidumping untuk kain belum diperpanjang kendati sudah diminta oleh pelaku industri pada 2022.
Advertisement