10 Pokok Pernyataan Muhammadiyah Terkait Insiden FPI vs Polisi
Tertembanyak 6 anggota FPI oleh polisi menyisakan keprihatinan banyak pihak. PP Muhammadiyah akhirnya memberi pernyataan respi atas kasus tersebut.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik, Dr Busyro Muqqodas, S.H. M.Hum, menyampaikan sikap resmi organisasi Islam terbesar kedua, setelah NU, sikap resmi PP Muhammadiyah, Selasa 8 Desember 2020.
Saat pernyataan pers yang digelar daring, dia didampingi Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum (Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Dr. Yono Reksoprodjo.
Berikut 10 poin pernyataan pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik
1
Kasus meninggalnya 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) ditengah persoalan bangsa yang masih dilanda Pandemi Covid 19, disaat yang hampir bersamaan peristiwa tertangkapnya dua Menteri dalam kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, serta penyelesaian peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja yang masih berjalan dan berpotensi koruptif apabila tidak disusun dengan benar, juga akan dilaksanakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak di beberapa wilayah di Indonesia yang pelaksanaannya terasa pincang disana-sini terkait protokol kesehatan; menjadikan catatan penegakan hukum di Negara ini terasa kelam.
Karenanya, saat ini perlu disikapi secara sungguh-sungguh oleh para pengemban kepentingan khususnya para penegak hukum guna menjaga pola penanganan perkara yang menghindari khususnya penggunaan kekerasan senjata api yang hanya sebagai upaya terakhir, secara terkukur sesuai SOP dan tepat sasaran, sebagaimana hukum yang berlaku.
2
Kasus meninggalnya 6 anggota FPI akibat tembakan oleh petugas kepolisian pada dinihari Senin 7 Desember 2020; seolah pengulangan terhadap berbagai peristiwa meninggalnya warga negara akibat kekerasan dengan senjata api oleh petugas negara di luar proses hukum yang seharusnya dan melalui pengadilan seperti pada beberapa peristiwa kematian akibat senjata api misalnya terhadap Pendeta Yeremias Zanambani di Papua, kematian Qidam di Poso, dan lainnya.
Pengungkapan kematian warga negara tersebut tanpa melalui proses hukum yang lengkap perlu dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau Tim Independen yang sebaiknya dibentuk khusus oleh Presiden untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya.
3
Pembentukan Tim Independen seyogyanya diberikan mandat untuk menguak semua peristiwa di Indonesia dengan melakukan investigasi dan pengungkapan seluruh penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh aparat penegak hukum, polisi dan atau Tentara Nasional Indonesia diluar tugas selain perang, dan bukan hanya untuk kasus meninggalnya 6 Anggota FPI itu saja sehingga dapat menjadi evaluasi terhadap kepatutan penggunaan senjata api oleh petugas keamanan terhadap warganera di luar ketentuan hukum yang berlaku.
Tim Independen diharapkan beranggotakan unsur lembaga negara seperti Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, unsur masyarakat, unsur profesi dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia.
4
Pernyataan kepolisan tentang penembakan anggota FPI bahwa petugas kepolisian tengah melakukan penyelidikan terkait informasi pengerahan masa, terhadap pemanggilan Habib Rizieq Shihab (HRS) oleh kepolisian perlu dilakukan evaluasi terhadap SOP-nya secara terbuka dan transparan kepada publik yang akan lebih baik bila disertai penyerahan seluruh dokumen tersebut kepada Komnas HAM atau Tim Independen guna ditimbang apakah penerapan prosedur penyelidikan yang dilakukan oleh tim dari Polda Metro Jaya itu sudah benar, tepat dan terukur sesuai SOP yang berlaku dalam penugasan semacam itu.
Dengan diketahuinya bahwa anggota Kepolisian yang terlibat peristiwa itu dalam keadaan operasi tertutup atau tanpa seragam dan tanda pengenal maka perlu dijelaskan jenis kegiatan itu masuk kategori penyelidikan atau kegiatan intelejen yang diluar proses penegakan hukum yang benar.
Perbedaan jenis kegiatan penyelidikan dan kegiatan operasi intelejen menjadi penting untuk bisa menilai ketepatan penggunaan kekuatan senjata api dalam perkara ini sekaligus untuk mengukur kejelasan hasil pengamatan intelejen yang diperoleh oleh kepolisian.
5
Merujuk pada peristiwa penembakan dimaksud, perlu diadakan evaluasi terhadap pola penangan penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Sangat disayangkan seolah tidak terdapat upaya-upaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait pengolahan dan pengamanan TKP. Apabila peristiwa terjadi kemarin karena polisi sedang melaksanakan penyelidikan, seharusnya mengikuti prosedur dalam penyelidikan dan bila mendapatkan hambatan, apalagi hambatan tersebut merupakan bentuk kekerasan, maka penyelidik melaporkan kejadian tersebut, dan sesuai prosesur melakukan pengamanan TKP, sehingga peristiwa tersebut menjadi langkah awal pembuktian adanya tindak pidana penyerangan terhadap petugas kepolisian yang sedang melaksanakan tugas.
Peristiwa ini telah mengabaikan prinsip penanganan perkara sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap 6 petugas kepolisian yang melakukan penyelidikan beserta atasan yang bertanggung jawab. Pemeriksaan terhadap petugas kepolisian tersebut menjadi jelas maksud dari adanya penyerangan dan batasan yang dibenarkan oleh hukum untuk mencegah serangan tersebut termasuk bila perlu melakukan beladiri.
Penjelasan Kapolda Metro Jaya melalui media atas peristiwa itu menunjukkan sikap defensif dan sepihak dari Kepolisian yang mirip dan merupakan pengulangan terhadap berbagai persitiwa penembakan oleh pihak kepolisian terhadap pelaku yang dituduh sebagai pelaku tindak pidana dimasa lalu.
6
Penetapan TKP dan Barang Bukti serta pemeriksaan saksi-saksi segera dilakukan oleh kepolisian yang berbeda divisi atau diambil alih oleh Mabes Polri dalam hal ini Bareskrim Polri. Apabila penggunaan kekerasan dengan senjata api dilakukan diluar prosedur yang telah ditetapkan maka pertanggung-jawaban hukum harus dilakukan tidak hanya secara etik tetapi juga secara hukum pidana, untuk disidangkan di pengadilan secara terbuka.
7
Fakta adanya 6 anggota FPI yang meninggal akibat peristiwa ini, demi hukum perlu dilakukan otopsi dan olah TKP oleh tim Forensik Independen untuk mendapatkan keterangan ilmiah sebab kematian, waktu kematian dan arah peluru atau benda yang menyebabkan kematian.
8
Menyayangkan keterlibatan Pangdam Jaya dalam proses penjelasan peristiwa kematian 6 anggota FPI oleh pihak Kepolisian. Hal ini menguatkan dugaan TNI turut diperankan dalam penanganan penyidikan tindak kejahatan yang berarti TNI telah keluar dari fungi dan tugas utama TNI.
9
Kami berharap masyarakat mendapatkan seluruh informasi sebagai perwujudan hak keterbukaan informasi terhadap segala proses yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani perkara ini dan tim yang telah bekerja dari Komnas HAM, begitu pula bila dibentuk Tim Independen oleh Presiden.
10
Kami berharap masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh upaya apapun guna menjaga ketertiban dan keamanan bersama sambil menanti langkah-langkah yang pasti dari semua yang berkepentingan dengan penegakan hukum.