1,8 Juta Etnis Uighur Alami Perbudakan, PBB: Fakta di Xinjiang
Sebuah laporan terkait etnis minoritas di wilayah Xinjiang, Tiongkok, dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dijelaskan tentang fakta bahwa etnis Uighur dipaksa untuk bekerja di luar keinginan mereka dan menghadapi kekerasan fisik dan seksual.
"Perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan harkat dan derajat tersebut, dinilai sebagai bentuk perbudakan modern," tulis laporan PBB itu.
Dalam laporan setebal 20 halaman tersebut, pelapor khusus PBB tentang bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, Tomoya Obokata mengatakan bahwa Uighur, Kazakh dan etnis minoritas lainnya, digunakan Tiongkok dalam kerja paksa di beberapa sektor seperti pertanian dan manufaktur.
Setiap orang yang di klaster dalam kelompok-kelompok ini telah ditahan dan wajib tunduk pada penempatan kerja di bawah sistem pendidikan serta pelatihan keterampilan kejuruan yang diamanatkan negara, serta program pengentasan kemiskinan yang menempatkan surplus pekerja perdesaan di sektor-sektor yang kekurangan pekerja.
Terjadi juga di Tibet
Tindakan serupa ternyata juga ada di negara tetangga, Tibet. Menurut laporan yang diterbitkan untuk sesi ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia PBB, program transfer tenaga kerja ekstensif telah menggeser petani Tibet, penggembala dan pekerja perdesaan lainnya ke pekerjaan berketerampilan rendah dan bergaji rendah.
Meskipun program-program ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi minoritas dan meningkatkan pendapatan mereka seperti yang diklaim oleh pemerintah Tiongkok, Obokata is menganggap bahwa indikator kerja paksa telah menunjuk pada sifat kerja paksa yang diberikan kepada masyarakat.
Laporan tersebut menambahkan bahwa para pekerja mengalami pengawasan berlebihan, kondisi hidup dan kerja yang kejam, pembatasan pergerakan melalui pengasingan, ancaman, kekerasan fisik dan seksual, perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan harkat hidup sebagai manusia.
Dalam laporan tersebut, dikatakan dalam beberapa kasus kondisi yang dihadapi para pekerja mungkin sama dengan perbudakan, yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pemerintah Tiongkok telah menahan sekitar 1,8 juta warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan luas kamp pendidikan ulang, yang menurut Beijing dimaksudkan untuk mencegah ekstremisme agama dan terorisme di wilayah tersebut.
Menanggapi hal ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) meminta masyarakat dunia, khususnya Indonesia, untuk lebih tegas bersikap terhadap Pemerintah Tiongkok terkait temuan PBB perihal kerja paksa bagi etnis minoritas di negara mereka.
Ketua DPP IMM, Rimbo Bugis mengatakan, cara-cara yang dilakukan Otoritas Tiongkok ini, merupakan kejahatan kemanusiaan yang sama dengan era perbudakan di masa dulu. “Jika laporan ini benar, China artinya kembali mengulang masa kelam perbudakan tempo dulu, dengan program kerja paksa yang mereka terapkan kepada muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya di negara mereka,” ungkap dia.
“Apapun alasannya, kerja paksa tidak dapat dibenarkan dan tidak boleh dipaksakan untuk dilakukan kepada siapapun, termasuk etnis minoritas di Tiongkok. China Jelas melanggar HAM,” kata Rimbo menambahkan.
IMM sendiri mensinyalir China menggunakan cara-cara perbudakan kepada orang-orang Uighur, untuk dijadikan sebagai alat penting untuk memajukan ekonomi China.
Advertisement