PT Gudang Garam Milik Asing, Petani Tembakau Terancam
Jakarta: Japan Tobacco Inc telah mengakuisisi dengan membeli 100 persen saham dua anak perusahaan PT Gudang Garam, yaitu PT Surya Mustika Nusantara dan PT Karyadibya Mahardhika senilai 667 juta dolar Amerika Serikat. Penjualan pabrik rokok kretek kepada asing itu akan merugikan petani tembakau karena perusahaan itu akan lebih senang impor tembakau dari China yang harganya lebih murah.
Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Tulus Abadi mengatakan, akuisisi Japan Tobacco Inc terhadap dua anak perusahaan rokok PT Gudang Garam berpotensi meningkatkan impor tembakau di Indonesia.
"Peningkatan impor tembakau akan mengakibatkan penurunan penyerapan tembakau lokal. Harga tembakau impor dari Tiongkok lebih murah dari tembakau lokal," kata Tulus melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (8/8) siang.
Tulus mengatakan petani tembakau lokal akan menderita dan "gigit jari" karena serapan daun tembakaunya menurun akibat serbuan tembakau impor.
Akuisisi PT Gudang Garam oleh Japan Tobacco Inc juga akan mengancam klaim kretek sebagai rokok khas Indonesia. Setelah akuisisi, kepemilikan juga akan berpindah. Entitas kretek sebagai milik Indonesia akan tergerus rokok asing.
"Pada akhirnya, rokok kretek adalah rokok asing karena pemilik pabriknya asing. Tidak ada lagi klaim bahwa kretek adalah warisan budaya nasional, walaupun selama ini klaim tersebut sebenarnya sangat konyol dan tidak berdasar," tuturnya.
Japan Tobacco Inc telah mengakuisisi dengan membeli 100 persen saham dua anak perusahaan PT Gudang Garam, yaitu PT Surya Mustika Nusantara dan PT Karyadibya Mahardhika senilai 667 juta dolar Amerika Serikat.
Aksi korporasi perusahaan rokok multinasional dengan mengakuisisi kepemilikan saham perusahaan rokok nasional sebelumnya dilakukan Philip Morris Internasional terhadap PT HM Sampoerna.
Tulus menduga aksi korporasi tersebut oleh sebagian kalangan akan dianggap sebagai hal yang positif dari sisi ekonomi dan investasi.
Hal tersebut akan dianggap sebagai prestasi bahwa situasi dan kondisi investasi di Indonesia semakin kondusif dan akan semakin menggerakkan sektor riil.
"Padahal, jika dicermati secara mendalam, hal itu justru akan menimbulkan potensi bencana ekonomi dan sosial bagi Indonesia, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang," katanya. (ant)