Persebaya dan Kaki Ekonomi
Masa bulan madu sudah lewat. Ulang tahun ke-91 merupakan ulang tahun Persebaya kedua yang saya rasakan sejak memegang klub legendaris ini, walau praktis baru 16 bulan saya menjadi CEO-nya.
Seperti roller coaster, begitu banyak hal terjadi selama 16 bulan itu. Persebaya kembali ke kancah sepak bola nasional. Persebaya menjadi juara Dirgantara Cup. Persebaya menjadi juara Liga 2. Persebaya kembali ke Liga 1. Persebaya juara 3 Piala Gubernur Kaltim.
Di sisi lain, Persebaya hanya mampu mencapai delapan besar Piala Presiden 2018. Persebaya tidak mampu masuk final Piala Gubernur Kaltim. Persebaya masih merasakan serunya ombak naik-turun Liga 1 2018.
Semua itu terjadi begitu cepat. Tidak sampai dua bulan lolos ke Liga 1, dipotong liburan akhir tahun, Persebaya sudah harus tampil lagi di Piala Presiden. Belum lagi lama istirahat, langsung mulai kompetisi Liga 1.
Semuanya harus dijalani sambil jalan. Padahal, Persebaya juga harus membenahi dan mengembangkan “kaki yang satu lagi.” Yaitu kaki infrastruktur organisasi, yang sama sekali terpisah dari tim.
Kalau ingin mencapai cita-cita menjadi tim yang besar, stabil, dan sustainable, harus punya dua kaki yang kokoh. Satu kaki saja tidak cukup.
Percuma punya tim yang kuat, kalau infrastruktur organisasinya rapuh. Sebaliknya, percuma punya struktur organisasi dan komersial yang kuat, kalau timnya berantakan di lapangan.
Harus seimbang. Yin dan Yang.
Keduanya, sekarang adalah work in progress. Tidak ada yang instan. Tidak boleh grusa-grusu. Yakin dengan langkah yang diambil, dengan segala keputusan yang dibuat. Keputusan yang baik adalah langkah baik, sedangkan keputusan yang salah adalah petunjuk untuk membuat keputusan lebih baik.
Untuk kaki yang di lapangan, ini adalah kaki yang paling kelihatan. Paling kelihatan kalau menang, paling kelihatan kalau seri, paling kelihatan kalau kalah. Walau segala proses, sebab-akibat, dan pernak-perniknya belum tentu terlihat secara kasat mata.
Setelah Liga 2 lalu, saya dan tim memutuskan untuk membangun fondasi dari pemain-pemain muda yang sudah ada. Menambah beberapa. Sambil jalan, menguatkan pembinaan dan pengkaderan.
Lewat PS Kota Pahlawan di Liga 3 Jawa Timur, yang berisikan pemain-pemain pilihan Kompetisi Kapal Api, kompetisi internal Persebaya. Juga lewat Persebaya U19, yang dibesut Mas Bejo Sugiantoro, dan yang bulan Juni-Juli ini membuka jalan melakukan training camp di Australia.
Bahwa hasil di lapangan belum menggembirakan, mungkin iya. Belum memuaskan, mungkin iya. Buruk? Ini mungkin juga tidak. Tinggal melihatnya seperti melihat air dalam gelas. Menganggap “setengah kosong” atau “setengah penuh.”
Musim masih jauh, hingga akhir Juni ini masih sekitar sepertiga musim berjalan. Masih dua per tiga harus dilalui. Masih ada masa jeda transfer, di mana Persebaya –dan tim-tim lain-- masih bisa melakukan penambahan dan perubahan.
Anggap saja kaki yang di lapangan ini masih dalam tahap penguatan. Kakinya sudah berdiri tegak, tinggal dibuat supaya otot-ototnya lengkap dan kuat.
Kaki Ekonomi
Nah, sekarang mari bicara soal kaki yang satu lagi. Kaki yang tidak banyak kelihatan. Kaki yang kalau tidak dibuat berdiri tegak akan membuat masa depan Persebaya sebagai pendekar kaki satu. Gampang jatuh dan bangkrut.
Mari kita sebut ini sebagai “Kaki Ekonomi” Persebaya.
Entah sudah berapa kali saya menyampaikan. Lewat omongan langsung, lewat tulisan, bahkan lewat video di YouTube. Bahwa sebuah tim butuh fondasi komersial yang kuat.
Persebaya beruntung sebagai salah satu dari hanya segelintir klub yang bisa punya fondasi komersial kuat.
Mereka yang bekerja di kaki ekonomi ini tidak perlu melihat pertandingan, tidak perlu memikirkan strategi di lapangan, tapi harus terus kerja keras menguatkan kakinya sendiri.
Harus sehat, walau sementara masih mengandalkan uang saya dan keluarga, plus dukungan sponsor dan pemasukan dari tiket penonton.
Dalam hal ini, saya merasa cukup bangga. Saya tidak masalah dicemooh, dihina-hina, diteriaki, dan lain-lain. Karena saya tetap bangga dengan apa yang sudah dicapai “kaki ekonomi” Persebaya dalam 16 bulan ini.
Sampai hari ini, sudah ada 13 Persebaya Store tersebar di Surabaya dan sekitarnya. Plus online store. Dan kami akan terus menambah jumlahnya, mengembangkan wilayahnya, bekerja sama dengan lebih banyak reseller, dan langkah-langkah lainnya.
Banyak pihak tidak bisa melihat betapa besarnya dampak pengembangan ini. Banyak pihak bisa melihat store-store-nya, tapi tidak bisa melihat dampak lebih luasnya. Bukan, dampaknya bukan hanya untuk menambah penghasilan Persebaya.
Kira-kira begini:
Persebaya Store membuka lapangan kerja baru. Semakin banyak store, semakin banyak orang yang mendapat pekerjaan langsung. Mulai dari di kantor, di toko-toko, dan pekerjaan pendukung seperti driver dan lain-lain. Terhitung sudah lebih dari 200 orang terlibat langsung, bekerja terkait langsung dengan Persebaya Store.
Di saat kondisi ekonomi sedang tidak nyaman ini, saya bangga bisa mengembangkan Persebaya Store dan terus menciptakan lapangan pekerjaan. Dan itu lapangan pekerjaan di Surabaya dan sekitarnya, wilayah langsung Persebaya. Padahal, sekarang banyak toko-toko tutup, mal kesulitan menambah tenant, dan lain sebagainya.
Tentu ini terima kasih kepada seluruh pendukung Persebaya. Yang membuat Persebaya Store di mana-mana terus eksis, dan Persebaya Store bisa terus berkembang.
Itu yang terlibat langsung di Persebaya Store.
Mungkin ada ribuan lagi pekerjaan yang ditimbulkan oleh berkembangnya Persebaya Store. Yaitu pekerjaan-pekerjaan di vendor-vendor, suplier, para reseller, jalur distribusi, dan lain-lain.
Efek rantai ekonominya tidak hanya berhenti di Persebaya Store.
Sekali lagi, di tengah kondisi ekonomi yang sedang kurang nyaman ini, saya bangga bisa membuat Persebaya menjadi penggerak langsung roda ekonomi.
Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pendukung Persebaya, yang telah mendukung sepenuh hati secara murni.
Sampai hari ini, kami tahu masih ada banyak pihak yang tidak ingin Persebaya meraih sukses. Sampai hari ini, masih banyak pihak ingin mengganggu kelanggengan Persebaya. Memanfaatkan elemen-elemen di Persebaya untuk mengganggu kemajuan tim dan organisasi ini. Kadang berkedok mendukung walau mungkin ada maksud lain di belakangnya.
Bagi yang belum paham, saya bisa memaklumi. Tidak apa-apa. Caci-makilah saya. Hujatlah saya. Toh saya tidak mungkin membalasnya secara langsung. Dalam hati, saya menganggap mereka yang belum paham itu memang belum sempat belajar sampai ke sini. Dan memang kalau melihat ke tim-tim lain belum ada yang melakukan seperti ini.
Tapi semoga saya bisa membalasnya dengan cara lebih baik. Insya Allah tim Persebaya di lapangan akan berkembang membaik. Dan saya dan teman-teman di Persebaya, khususnya di kaki ekonomi, akan habis-habisan memastikan organisasi ini punya fondasi komersial kuat.
Persebaya harus untung. Karena untungnya adalah untuk Persebaya itu sendiri. Untungnya adalah untuk Persebaya Selamanya. (*)
*Azrul Ananda--Presiden Klub Persebaya Surabaya