Semangat Disabilitas Gelar Ngaji Online di Tengah Wabah Corona
Wabah virus corona membuat banyak orang harus berdiam diri di rumah. Terlebih sejak virus dari Wuhan, China ini masuk ke Indonesia, pemerintah memberlakukan social distancing salah satunya meliburkan seluruh kegiatan belajar baik lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Termasuk, salah satunya Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) Al Kayat yang berlokasi di Mushola Al Kayat, Lingkungan Tosaren Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Hampir dua pekan ini TPQ yang diasuh Nur Munawaroh, salah satu pengurus ta'mir mushola Al Kayat, tidak ada aktivitas ngaji bareng (belajar mengajar baca Al Qur'an).
Meski kebijakan social distancing diberlakukan, namun tak membuat tekad Munawaroh, guru ngaji yang juga penyandang disabilitas, putus asa. Ia mengubah pola belajar ngaji dengan sistem online. Para santri tetap diberikan pemahaman tentang ilmu agama melalui video call grup whatsApp yang dibuatnya.
"Kita mengikuti instruksi pemerintah, untuk meliburkan mereka. Para siswa bisa belajar melalui video call lewat grup whatsApp," kata Munawaroh.
Perempuan yang juga Ketua Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia Provinsi Jawa Timur ini menjelaskan, saat ini ada sekitar 89 siswa kategori usia 4 hingga 15 tahun yang mengikuti ngaji online.
"Kalau siang, para siswa kita kasih PR (pekerjaan rumah). Baru sore hari belajar ngaji online dimulai. Soal materi tentatif, misalnya jelang puasa ramadhan ini mereka kami bekali materi ilmu tentang syarat rukun puasa dan sebagainya," kata Munawaroh, sambil membuka laptopnya.
Setiap proses belajar online, ia mengaku, bisa menjangkau 8 santri dalam satu kali panggilan. Murid yang terdaftar begitu banyak, maka pemberian materi pelajaran dilakukan secara giliran. Dalam penyampaian materi pelajaran, dibutuhkan waktu kurang lebih 10 menit, tergantung kemampuan para siswa dalam menyerap materi.
Bukan berarti ngaji online yang dilakukan tanpa hambatan. Misalnya, jaringan provider dalam menangkap sinyal kurang bagus, sehingga saat proses belajar mengajar berlangsung kerap kali putus di tengah jalan dan terpaksa harus mengulang lagi agar siswanya paham betul tentang materi yang disampaikan.
Bahkan, Munawaroh sering mendapat keluhan dari orang tua santri. Para orang tua itu sering sambat kehabisan paket data internet, sehingga baru bisa mengirim foto aktivitas anaknya keesokan hari.
Bagi siswa yang tidak memiliki aplikasi whatsApp, biasanya mereka bergabung di rumah temannya yang terdekat untuk bisa mengikuti materi pelajaran yang diberikan. Selama 11 hari sistem mengaji online diterapkan, para siswa selalu didampingi oleh orang tua di rumah.
Di balik kesibukannya mengurus madrasah diniyah, Munawaroh tidak sendirian. Ia dibantu suaminya bernama M Arif Purwandi. Pria sarjana teknik elektro ini memiliki peran dalam mengurus segala operasional kebutuhan mushola.
Sama halnya dengan sang Munawaroh, M Arif Purwandi juga penyandang disabilitas. Selain sebagai operator, Arif Purwandi juga menyalurkan bakatnya sebagai pelukis. Dan sering ditularkan kepada anak didiknya di TPQ Al Kayat.
Nur Munawaroh mengaku sudah 11 tahun sebagai guru ngaji. Kebutuhan rumah tangganya, salah satunya ditopang dari aktivitas ngaji di TPQ Al Kayat. Sebagai guru ngaji, tak banyak gaji yang bisa diandalkan. Sebulan hanya mendapat gaji Rp50 ribu.
Gaji itu didapat dari bantuan pemerintah yang setiap bulan TPQ Al Kayat menerima Rp300 ribu. Uang bantuan itu harus dibagi 7 pengajar. Dan harus diambil setiap 3 bulan sekali.
Namun demikian, Munawaroh dapat tambahan dari TPQ Al Kayat dari hasil iuran para santri Rp5 ribu perbulan. Namun, Munawaroh tetap bersyukur. Bahkan, kepeduliannya terhadap pendidikan agama bagi anak-anak tidak pernah kendor. Dengan keterbatasannya, tak menyurutkan niatnya untuk membantu anak-anak belajar membaca Al Quran.
Bahkan di tengah wabah virus corona yang menyebar di Indonesia, tak menyurutkan niatnya berbagi ilmu. Apapun caranya tetap dilakukan, meski harus berkorban.