Makanan Uueenak Saja Tidak Cukup lho
Para usahawan kecil dengan spek kuliner-camilan berupaya lari kencang. Mereka lari kencang karena ada banyak kesempatan. Setelah kesempatan lalu peluang. Nah, yang mendesak dari lari kencang itu adalah bungkus. Packaging. Produk usaha kecil/UMKM harus diklambeni agar cantik. Karena cantik pasti akan menarik daya beli. Egg Roll Empi dari Kediri itu contoh singkatnya.
Dibungkus, diklambeni, didandani, disumpel, dikemas, berikut istilah-istilah lain yang sejenis adalah analogi kerakyatan para usahawa kecil di bidang kuliner-camilan dalam menyebut packaging. Di ranah UKM, istilah packaging dirasa masih berada di planet lain, sehingga perlu jurus jitu tersendiri untuk mengampanyekan hal yang paling mendasar bagi UKM ini.
Banyak pakar, para pecinta kuliner bilang, makanan uueenak saja tidak cukup. Apalagi kalau kategorinya hanya enak atau yang hanya rasa pas-pasan. Kalau mereka tidak menyadari arti pentingnya sebuah packaging maka mereka harus rela tergerus citarasa milenial.
Sejumlah data menyebut, para usahawan kecil di Jawa Timur hanya kalah sedikit dibanding dengan Thailand. Itupun hanya dalam skup kecil, yaitu di segmen produk turunan buah-buahan.
Thailand harus diakui jempolan dalam hal ini. Disana, buah tidak hanya dijual segar tetapi juga dijual menjadi berbagai produk turunan. Kemudian dikemas cantik. Pemasaran dan distribusi digarap baik sehingga produk berada dimana-mana. Para turis, sejauh mata memandang, produk-produk itu juga yang ditemui. Lalu, mereka tak segan untuk membeli.
Pentingnya urusan packaging ini tentu tidak bisa dianggap enteng bukan?
Nilai Jual
Kemasan, Bungkus, diklambeni, didandani, disumpel, packaging dan seterusnya itu sebenarnya bukan perkara salah atau benar. Bukan perkara baik atau jelek. Namun sebenarnya lebih kepada fungsinya sebagai pelindung yang bisa meningkatkan nilai jual. Kebingungan membuat dan menentukan packaging produk seperti itulah yang sebenarnya sering dialami para pemula ketika hendak membuat packaging produk.
Kesadaran dan animo “masyarakat UKM” terhadap penggunaan kemasan sejatinya sudah meningkat pesat. Namun sayangnya, UKM acapkali masih belum bisa menentukan desain kemasan yang cocok untuk produknya. Model seperti apa yang tepat, atau bagaimana cara membuat kemasan produk yang mampu menarik konsumen sehingga mendongkrak penjualan.
Andai pun sudah mampu menentukan kemasan, tak jarang pelaku UMKM gagal menghitung margin, akhirnya berujung pada ketidakmampuan menentukan harga terbaik sebelum produk berpindah tangan ke konsumen. Produk menjadi mahal, dan akhirnya dijauhi konsumen.
Ketidakbisaan menentukan kemasan yang cocok untuk produk, berikut kegagalan menentukan harga terbaik setelah kemasan menjadi bagus yang mampu membetot daya jual, justru acapkali memicu pelaku UKM membuat kemasan produk asal-asalan. Asal jadi. Asal laku dan seterusnya. Kalau kemasan sudah bagus takut kalau direspon harganya berubah mahal sehingga konsumen batal mendekat. Atau, menjadi mahal harga yang sebenarnya ketika produk dan kemasan membuat ongkos produksi menjadi lebih mahal dan secara otomatis mangatrol harga jual jadi tinggi.
Di luar pelaku UKM yang masih dalam tataran coba-coba menjadi UKM, kemasan produk sebenarnya sudah kejar-kejaran dengan selera konsumen. Sudah menjadi perbincangan dan persaingan yang asyik antarpelaku UKM. Sebab itu kemasan produk UKM Jawa Timuran rata-rata sudah bagus. Sangat bagus malah.
Tak heran kalau digelar pameran produk UKM antarprovinsi di Indonesia, Jawa Timur sudah menjadi barometer. Menjadi primadona. Sudah cukup menjadi acuan. Begitu produk digelar, langsung habis. Pameran belum bubar, produk sudah ludes. Kalau Jawa Timur tidak muncul dalam pameran – skala nasional umpamanya – khalayak sudah pada bertanya. Konsumen sudah pada mencari, kenapa Jawa Timur kok tidak ikut.
Tak jarang juga UMKM di wilayah provinsi lain ada yang menduga-duga, Jawa Timur sedang menyiapkan kejutan apa. Sepertinya, Jawa Timur cukup lekat dengan situasi selalu ada yang baru. Seperti sebuah slogan sebuah koran besar dari Surabaya (hehehehehe).
Jadi benar adanya, analogi kerakyatan bahwa UKM perlu bungkus, perlu diklambeni, perlu didandani, perlu disumpel, perlu dikemas, perlu dipackaging. Kita harus yakin kalau hampir 90 persen sebuah kemasan produk sangat mempengaruhi daya beli konsumen. Bahwa, kemasan akan menunjukkan siapa produsennya, apa isinya, bagaimana rasanya, bisa terwakili dari tampilan kemasan. Sehingga meskipun produknya biasa-biasa saja, namun konsumen bisa tergoda karena tampilan kemasannya.
Lalu trend kemasan seperti apa yang bakal diminati di 2019 ini? Sepertinya tidak bisa disebutkan satu persatu sebab bentuk kemasan sudah mulai sangat variatif. Tapi yang jelas model kemasan seperti window laminasi lain cukup diminati konsumen. Bentuknya adalah ketika kemasan ditutup produk masih tetap bisa terlihat oleh konsumen.
Ada juga diminati hot print, ada dua macam biasanya warna silver dan emas. Dengan begitu kemasan ini terlihat eksklusif dan lebih mahal dari kemasan yang lain. Untuk kemasan makanan, kemasan yang memiliki unsur lengkap dengan mencantumkan merek produk, tagline, alamat atau keterangan produsen, menyebutkan aneka menu, sampel gambar produk, saran penyajian, komposisi, kode produksi dan tanggal expired (kadaluarsa) adalah pertimbangan utama konsumen memilih produk. (widikamidi)