Festival Ngopi Sepuluh Ewu Angkat Penjualan Kopi Banyuwangi
ngopibareng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi sukses menggelar Festival Ngopi Sepuluh Ewu, di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu (5/11) malam. Selain berhasil mengangkat pamor kopi asal Banyuwangi, festival tersebut mampu mengangkat perekonomian petani kopi yang ada di wilayah berjuluk The Sunrise of Java ini.
Jajang Nuryaman (25), salah seorang wirausahawan kopi asal Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, turut menikmati manisnya penyelenggaraan festival Ngopi Sepuluh Ewu. “Alhamdulillah, kopi saya semakin laris. Sejak ada festival ngopi, penjualan kami naik 50 persen dari sebelumnya,” kata pemilik merek Traditional Coffee Manjehe ini, Minggu (6/11).
Jajang menceritakan, bisnis yang tengah digelutinya saat ini merupakan usaha keluarga yang dirintis sang ayah sejak 11 tahun silam. Kala itu, ayahnya hanya melayani pemesanan bubuk kopi untuk warga lokal Banyuwangi. Dalam sebulan, kopi yang dijual ayahnya sebanyak 8 kilogram bubuk kopi dalam kemasan plastik sederhana. Kopinya diambil dari perkebunan Kalibendo, yang terletak di lereng kaki Gunung Ijen.
Dikutip dari laman beritasatu.com, menurut Jajang, ayahnya juga adalah seorang roaster (penyangrai kopi) tradisional yang handal. Banyak warga membeli kopi ke ayahnya, lantaran cita rasanya yang nikmat karena ayahnya dinilai menguasai teknik menyangrai kopi yang tepat.
“Orang-orang bilang kopi ayah enak. Saya pun berpikir kenapa tidak mengembangkan bisnis ini. Teman-teman juga menyemangati saya agar meneruskan usaha ayah. Dari sanalah, saya tertarik untuk terjun ke bisnis kopi, apalagi sekarang ada festival ngopi yang membuat kopi Banyuwangi semakin diminati,” tutur Jajang.
Jajang pun akhirnya memutuskan untuk mulai mengembangkan usaha orang tuanya sejak dua tahun silam. Pertimbangannya, seiring pamor kopi Banyuwangi yang mulai naik, perkembangan wisata Banyuwangi yang juga semakin meningkat otomatis akan akan menumbuhkan pasar baru bagi kopi Banyuwangi.
Hal pertama yang dlakukan Jajang adalah melakukan pengemasan produknya meningkatkan nilai jual produk agar bisa bersaing dengan yang lain. Kopi olahannya lalu di-brand Manjene, dengan packaging yang lebih atraktif dan higienis.
Selain melakukan pengemasan yang menarik, lanjut dia, Jajang pun mematikan kualitas produknya. “Rasanya saya jamin enak, karena kami memiliki teknik penyangraian yang berbeda. Kami perhatikan semuanya, mulai dari suhu, tingkat kematangan, hingga bahan bakarnya. Kami menyangrainya pakai kayu bakar, bukan kompor. Kayunya pun bukan kayu sembarangan, tapi ada jenis-jenis tertentu, sehingga dihasilkan kopi yang enak dan harum,” terang dia.
Ada tujuh varian kopi yang dijual. Yakni, Kopi Arabica, Robusta, Kopi Lanang Robusta, Kopi Lanang Arabica, Kopi Luwak, Houseblend Arabica dan Robusta, serta Houseblend Robusta dan Eselsa. “Biji kopinya kami beli dari petani kopi di seluruh Banyuwangi, jadi benar-benar kopi khas Banyuwangi,” terang dia.
Hasilnya pun nyata. Pasar kopinya meluas, tak hanya dijual di toko milik keluarga, tapi juga di sejumlah distro di sekitar Banyuwangi dan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Kampung Anyar. Tak hanya itu, Jajang juga mulai menawarkan produknya melalui media sosial seperti BBM, WA, facebook, instagram, line dan path.
“Sekarang yang beli kopi Manjene bukan hanya warga lokal, tapi juga wisatawan domestik dan turis asing yang sedang berlibur ke Banyuwangi. Senang sekali, berkat pariwisata Banyuwangi semakin berkembang, usaha kami juga ikut terangkat,” kata jajang.
Saat ini, imbuh Jajang, dalam sebulan dirinyaa mampu menjual minimal sebanyak 60 pack bubuk kopi yang setiap pack-nya berisi 250 gram. Setiap pack, dipatok dengan harga yang bervariasi sesuai dengan jenisnya. Misalnya, untuk Kopi Arabica dia mematok Rp 45.000 per pack, Robusta Rp 30.000, Kopi Lanang Robusta Rp 45.000, Kopi Lanang Arabica Rp 60.000, dan Kopi Luwak Rp 250.000.
Tak hanya Jajang, juga ada Muhammad Efendi yang merasakan peningkatan penjualan kopinya. Pemuda karang taruna Desa Kemiren ini mengaku penjualan kopi di karang tarunanya meningkat. Dari hanya 45 pack, kini bisa laku hingga 80 pack per bulan. Dengan harga Rp 30.000 per pack (250 gram) untuk Robusta, dan Rp 35.000 per pack (125 gram) untuk Arabica.
“Bahkan kalau pas ada even, kami bisa menjual sampai 30 pack per hari,” tutur Efendi.
Banyuwangi sendiri memproduksi kopi 9000 ton/tahun. Kopi yang diproduksi terdiri dari 90 persen jenis robusta dan 10 persen jenis arabica. Data mencatat, produksi kopi di Banyuwangi mencapai 8.047 ton pada 2015, meningkat dari tahun 2014 yang 7.992 ton. Angka produktivitasnya sendiri mencapai 19,49 kwintal per hektar. (frd)