Art, Love, and Journey (Bagian 2)
Mari kita melangkah kembali. Museum House of Sampoerna difungsikan dari rumah tempat tinggal Owner pabrik kretek kenamaan. Jadi Pameran Art, Love n Journey karya pasangan "The Coolest Couple" Novelist Wina Bojonegoro dan Perupa Yoes Wibowo, menempati 3 ruang berbeda selain Foyer, ruang perantara atau pintu masuk utama. Jadi pengunjung lebih leluasa hendak memasuki ruang yang mana.
Dari pintu masuk, langsung bertemu pintu di sebelah kanan. Tempat memajang Lukisan-lukisan Acrylic karya Yoes Wibowo. Itulah Ruang bertema Journey.
Pasangan ini memang bikin IRI. Bayangkan, ketika sang istri bekerja memandu Wisatawan menikmati keindahan Negeri tercinta Indonesia, pak Suami, pun diajak ikut bertualang guna mengawal kekasih tercinta sambil mengabadikan setiap perjalanan mereka di atas kanvas. Petualangan yang terekam dalam goresan. Itulah gambaran cinta yang menyenangkan.
Pengunjung diajak Tour ke berbagai kota dan tempat wisata yang Hits melalui kanvas lukisan.
Saya tidak punya keahlian tentang aliran dalam Seni Lukis. Tetapi membayangkan, mengunjungi tempat-tempat impian bersama kekasih. Kemudian diabadikan. Bukan hanya narsis dengan foto hasil jepretan digital. Tetapi dalam Lukisan. Menuangkan segenap ingatan akan tempat dan peristiwa. Menorehkan warna-warni Acrylic dan goresan kuas memvisualkan sebuah kenangan berdua. Itu sungguh proses kreatif yang misterius. Ketika pengunjung tinggal menikmati hasilnya. Padahal ada sejuta kisah di baliknya. Sebuah Tour Impian ya g manis dan jadi dambaan, "A picture is worth a thousand words". Sebuah gambar mampu mewakili ide-ide yang tersampaikan lebih efektif dari kata-kata. Perjalanan cinta yang menggairahkan.
Sang Istri yang Novelist, yang berkutat dengan kata-kata. Sekaligus sebagai pemilik biro perjalanan yang melayani tetamu berwisata. Terdokumentasi dalam Lukisan yang bisa jadi sumber gagasan lebih dari 1000 kisah ketika diceritakan ulang. Pasangan yang kompak dan nyaris sempurna, "Tetapi awalnya banyak orang yang sangsi pada kami saat memulai perjalanan hidup bersama". Keraguan itu rupanya justru menjadi bahan bakar bagi nyala Cinta mereka. Puisi dan Lukisan adalah Bukti proses cinta mereka.
Beranjak kembali, pada perjalanan cinta. Karena pameran ini mengambil tema Art, Love n Journey. Tuhan, Sang Maha Cinta, menitahkan sebuah rasa pada setiap hati manusia. Rasa Cinta.
Cinta Tuhan itu tiada batas. Ada yang demikian cinta pada ilmu pengetahuan sehingga rela menyelam hingga laut terdalam karena rasa kagum dan keingintahuan pada misteri di balik sebuah penciptaan. Atau anugerah cinta pada kampiun kata-kata, sehingga mampu menorehkan rangkaian tulisan indah penuh makna. Pun cinta pada keindahan dihasilkan dari anugerah kreatifitas dan ketekunan mengolah rasa. Melahirkan karya seni tak ternilai.
Sastra konon dunia si otak kiri. Dan Seni Rupa adalah hasil peran si otak kanan. Sebagaimana otak yang memiliki belahan. Bude Wina dan Pak De Yoes ba sepasang kembar yang saling membelah kemudian saling mengisi. Begitu kurang lebih terbaca pada Maklumat di samping pintu masuk Galeri.
Cerita Kegagalan
Siapapun pernah gagal. Tidak apa-apa. Sungguh, itu tidak mengapa. Di dinding sebelah kiri pintu ruang galeri bertema Cinta, Love, terpajang bingkai kain Eco Print yang konon gagal di mata pemula dan awam. Tapi di tangan pak suami yang Seniman andal, kain itu direspon dengan segala rupa bahan. Kuas dari batang pisang, kawat dibentuk daun sedemikian rupa. Jadilah lukisan 3 dimensi yang cantik. Sebuah penghiburan bagi sang istri tercinta dan tak ada yang tahu bahwa itu sebenarnya berawal dari produk gagal. Begitulah, saling mengkoreksi, saling mengisi.
I Love U
Di ruang Cinta, ada berderet karya instalasi dari materi yang berserak di sekitar rumah pasangan Wina & Yoes di Omah Padma. Perhatikan di tembok seberang pintu. Lihat baik-baik. Ada batang kayu, gulungan kawat, benang-benang di media kayu berbalut karung goni. Benda-benda "zerowaste" diinterprestasikan sebagai Huruf-huruf yang mewakili kata I Love U. Pengunjung dipaksa memahami makna di baliknya. Karya instalasi tidak harus rumit dan menimbulkan kernyit. Meski sebenarnya ada makna yang dalam dari rangkaian huruf itu, I Love You.
I Love U, dan jiwa ragaku kupertaruhkan hanya padamu
Itulah maksud dari Pameran ini. Membayangkan proses mencipta yang penuh energi cinta. Kolaborasi dari ide-ide dan eksekusi yang kompak. Tidak harus menjadi, tapi terus berproses saling melengkapi.
Saya semakin mencintai pasangan ini.
Surga Kecil
Bergeserlah ke ruang selanjutnya, masih bertema cinta.
Ada media kanvas dihiasi Puisi karya Sang Istri. Dan puisi itu ditulis ulang dengan indah menggunakan kawat. Itu bukan keahlian tukang. Tapi hasil didikan lampau yang mengenal pelajaran Menulis Halus. Bayangkanlah pada saat harus membentuk kawat sesuai huruf-huruf dengan obeng yang runcing, agar puisi terbaca indah sekaligus mengharukan. Ada hampir seratus meter kawat untuk menuliskan sebait puisi kata pak De Yoes. Tebak apa yang ada di benaknya saat memproses puisi Sang Istri sehingga melahirkan Lukisan Puisi. Cintanya bahkan lebih dari sekedar 100m. Mereka benar-benar si kembar kan?. Mereka biasa saling melempar ide sambil minum kopi di teras rumah di dusun pinggir kota. Kemudian merespon sesuai keahlian masing-masing. What a life.
Atau ada lagi puisi Rindu, yang ditulis kembali menggunakan hot glue...lem tembak..Dan tak lupa, fosfor ditambahkan di titik-titik tertentu. Sehingga, ketika gelap, lampu dimatikan, yang ada adalah kelap-kelip, seperti cahaya peri. Seperti cahaya dari kunang-kunang yang konon mulai punah. Indahnya. Pak Yoes merencanakan semua nyaris sempurna. Kreatifitas berpadu Cinta. Hasilnya sungguh luar biasa. Totalitas Lukisan Puisi sarat makna.
Pun ketika bude Wina menceritakan Lukisan berjudul Surga Kecil, "ini ceritanya, setiap pagi saya punya kebiasaan yang paling saya sukai. Menyiram tanaman dan bunga-bunga di sekitar Omah Padma. Ada gambar kucing, si Kiki, kecintaanku. Ada burung-burung. Dan Pak Yoes tahu kesenangan saya lalu melukiskan kebiasaan saya itu". Kemudian aku tidak begitu mendengar kata lanjutannya. Dada rasanya hangat. Paru-paruku menahan nafas agar tak terdengar isak. Aku menelan ludah agar tangis tak tumpah. Aku masih berusaha memahami. Pelupukku basah ujungnya.
"Berapa banyak Suami yang mau mengabadikan kebiasaan-kebiasaan kecil Sang Istri di Surga Kecilnya?"
Membayangkan setiap insan menunjukan kasih hanya dengan senyum manis dan sapaan pagi itu saja seperti surga. Atau menitipkan doa dan cinta dalam secangkir teh atau kopi pagi yang semoga menggetarkan nadinya. Sungguh kasih itu tulus dan lembut.
Cinta
Memang tidak perlu diverbalkan dengan tegas dan vulgar. Tidak harus semegah Istana Taj Mahal atau 1000 Candi. Goresan kuas pada kanvas, juga bisa menjadi monumen Cinta yang membuat Iri siapa saja. Seniman Lukis adalah pendongeng sejati. Melukis kata-kata menjadi visualisasi yang membuat penikmatnya speechless.
Anti Mainstream
Februari bertebar simbol Hati ❤ pada apa saja. Bulan Cinta dijadikan saat yang tepat menambatkan cinta pada pujaan hati. Tetapi Dari pameran ini lahirlah simbol yang di luar kebiasaan. Toh bebas mengapresiasi bentuk apa saja tidak harus simbol berbentuk yang sudah umum.
Entah karena pernah hidup dan merasai doktrin politik gombal kebulatan tekad di jaman Orba dulu. Dari pameran ini lahirlah simbol Cinta Itu Bulat. Bulat sudah tekad untuk saling mengisi, saling mendukung, saling merespon dan menginspirasi satu sama lain.
Begitulah seharusnya Cinta.
Bagian kedua dari 3 tulisan
Kutisari, 13 Februari 2020
Penulis: Tjahjani Retno Wilis/Wilis Arif Afandi
Advertisement