3 Sukarelawan Perempuan Ini Ikhlas Dampingi ODGJ
Di salah satu sudut ruangan kantor Dinas Sosial (Dinsos) Kota Kediri sejumlah perempuan nampak sibuk menyiapkan banyak kain, yang digunakan sebagai bahan untuk membuat keset. Keterampilan ini diberikan oleh para relawan untuk penyitas Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Menurut jadwal, keterampilan ini digelar untuk kedua kalinya, pada Selasa 18 Agustus 2020.
Kasi Rehabilitasi Sosial Dinsos Kota Kediri, Marini mengatakan, pihaknya mencatat warga yang terdata berstatus ODGJ berjumlah 572 orang. Mereka, lanjut wanita 53 tahun ini, tersebar di tiga wilayah Kecamatan yakni Mojoroto, Kota Kediri, dan Pesantren.
"ODGJ itu ada yang baru, ada pula yang tercatat tahun 2018. Tiap tahun cenderung naik. Tapi dalam proses penyembuhan dalam masa rehabnya mereka masih bisa diberdayagunakan. Memang kalau dikatakan sembuh tidak bisa, paling tidak mereka sudah bisa kembali ke masyarakat," terangnya.
Pada umumnya, ODGJ ini pernah berobat ke RSJ Malang, RS Bhayangkara Kediri, dan Baptis. Penyebab ODGJ paling dominan karena faktor ekonomi dan perceraian rumah tangga.
Semua biaya pengobatan pasien yang berobat ke RSJ Malang ditanggung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sementara untuk akomodasi transportasi perjalan ke sana dibiayai oleh Dinsos.
"Kalau kita tupoksinya merehab ODGJ. Kita dimintai tolong mengantar ke Lawang atas permintaan dari Kelurahan. Kalau biaya perjalanan ke sana biaya kita sendiri dari Dinsos. Untuk penanganan biaya pengobatan di Lawang lewat APBD Provinsi," beber Marini.
Guna memantau perkembangan kondisi kejiwaan para ODGJ tersebut, Dinsos Kota Kediri memiliki tiga relawan berjenis kelamin perempuan. Mereka memiliki peran memantau kondisi kesehatan ODGJ tiap kecamatan.
Para relawan ini tulus ikhlas memberikan pendampingan kepada para ODGJ meski honor yang mereka terima per bulan hanya Rp 450.000. Honor akan diterima setiap 2 bulan sekali dengan akumulasi Rp 900.000.
Diana Sulistianing, salah satu relawan ODGJ asal Kelurahan Banjaran Kota Kediri mengatakan, dirinya sudah menjadi pendamping sejak akhir tahun 2018 lalu hingga sekarang.
Wanita 43 tahun ini masing ingat hornor pertamanya Rp 300.000 per bulan hingga akhirnya naik menjadi Rp 450.000. Ia mengaku ikhlas dan senang bisa memberikan pendampingan bagi para ODGJ.
"Mereka mempunyai hak untuk diperlakukan sama seperti orang lainya. Bahkan, saya pribadi bisa belajar pengalaman hidup dari mereka. Saya juga pernah tinggal di salah satu pondok yang khusus menampung para ODGJ," terang Diana Sulistianing.
Selama tinggal di pondok tersebut, Diana Sulistianing ikhlas membantu para ODGJ yang dirawat selama empat tahun. Kini, ia sudah keluar dari pondok dan menjadi relawan di kantor Dinsos.
"Sukanya kita bisa belajar hidup dari mereka, sebagai ODGJ. Jadi pengalaman hidup saya di pondok merawat orang stres. Mereka mendapat perawatan dan pendampingan hingga bisa kembali ke masyarakat," ungkapnya.
Ibu satu anak lulusan S1 Pertanian itu mengaku, selama 2 tahun menjadi relawan, ia melihat beberapa keluarga dari si penderita ODGJ belum siap sepenuhnya menerima kenyataan tersebut. Karena itu, pihaknya terus memberikan dorongan suntikan moril dan pendampingan kepada ODGJ.
"Kendalanya rata-rata keluarga mereka itu keberatan, menerima secara ikhlas keadaanya seperti itu. Namun si ODGJ ini tetap kita support, saya katakan jangan berkecil hati kamu tidak sendiri," kata Diana Sulistianing.
Keterbatasan jumlah relawan di mana hanya tiga orang bertugas monitoring dan evaluasi setiap 2 minggu sekali di wilayah kecamatan Kota Kediri. "Saya harus menjangkau 17 kelurahan," ungkap Diana Sulistianing.
Untuk mensiasati tugasnya tersebut, Diana Sulistianing harus pandai membagi waktu dalam melaksanakan kewajibannya. "Saya dua minggu sekali memantau. Istilahnya monev, monitoring dan evaluasi," tuturnya.
Tugas dan peran pendampang ODGJ di antaranya memberikan pelayanan pengambilan obat, mengedukasi tata cara minum obat mengawasi pemenuhan kebutuhan gizi makan, serta aktivitas kegiatan setiap hari.
"Kalau ada ODGJ yang suka keluyuran setiap hari, kita beri tahu agar tidak bepergian jauh. Takutnya nyasar dan lupa jalan pulang," ujarnya.
Saat melakukan pendampingan, Diana Sulistianing merasa bersyukur bisa mengontrol emosi para ODGJ, sehingga tidak sampai mengamuk dan melakukan tindak kekerasan.
Rupanya, Diana Sulistianing memiliki cara jitu untuk bisa meredam emosi para ODGJ yang ia dampingi. Yakni mengajak mereka berbicara dari hati ke hati.
Untuk urusan honor, Diana Sulistianing menopang kebutuhan hidup sehari-hari dengan usaha jahitan. "Kalau ada orang menjahit, mereka datang ke rumah. Kebetulan punya basic sekolah desain, ya suka aja," tuturnya.
Dalam menjalankan tugas keseharianya, Diana Sulistianing dan dua srikandi pendamping ODGJ ini, terkadang juga mendapat bantuan dari tim reaksi cepat Dinsos Kota Kediri. Di tiap kelurahan terdapat satu petugas tim reaksi cepat.
Ketika relawan melakukan pendamping harus mengcover penderita ODGJ lainya, sementara bersamaan ada ODGJ yang butuh bantuan untuk mengambil obat di Rumah Sakit, maka tim reaksi cepat memberikan pelayanan sebagai pengganti.
Advertisement