12 Diplomat Asing Diskusikan Islam Wasathiyah, Begini Hasilnya
Sebanyak 12 Diplomat Asing dari negara sahabat mengikuti kegiatan diskusi tentang Islam Wasathiyah yang bertempat di Ruang Simulasi Sidang Hubungan Internasional Gedung E4 Lantai 1 Kampus Terpadu UMY. Digelar Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Kegiatan bertajuk Friends of Indonesia 2019: Fellowship for Future Ambassadors di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada kegiatan diskusi Islam Wassatiyah ini hadir tiga pembicara yaitu Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional Dr. Hj. Siti Ruhaini, Direktur ICRS Siti Syamsiatun, dan Dosen HI UMY Sidik Jatmika dan dimoderatori oleh Dian Azmawati.
Namun tak hanya 12 Diplomat Asing yang mendengarkan dan berdiskusi dengan para narasumber dalam kegiatan ini, hadir pula mahasiswa dari Hubungan Internasional UMY.
Sidik Jatmika memaparkan nilai-nilai Islam yang masih ada sejak dulu pertama kali masuk hingga kini, dengan menjunjung nilai toleransi yang begitu kuat. Dia memberikan contoh bagaimana harmonisnya umat Hindhu dan Islam di kota Kudus, Jawa Tengah.
“Di Kudus hingga saat ini orang Islam sangat harmonis dengan Hindhu, hal itu dibuktikan dengan adanya larangan mengonsumsi daging sapi yang mana hal tersebut dilarang dalam agama Hindhu. Dan itu masih dilestarikan hingga saat ini, dengan alternatifnya mereka mengonsumsi daging kerbau sebagai gantinya,” ujar Sidik Jatmika.
“Di Kudus hingga saat ini orang Islam sangat harmonis dengan Hindhu, hal itu dibuktikan dengan adanya larangan mengonsumsi daging sapi yang mana hal tersebut dilarang dalam agama Hindhu. Dan itu masih dilestarikan hingga saat ini, dengan alternatifnya mereka mengonsumsi daging kerbau sebagai gantinya,” ujar dosen HI UMY dalam ruang diskusi, berlangsung Jumat 21 Juni 2019 lalu.
Namun demikian, sejatinya bukan hanya di Kudus saja yang memiliki nilai toleransi besar yang harus terus dijaga sampai kapanpun. Seperti yang dikatakan Direktur Diplomasi Publik, Azis Nurwahyudi bahwa di Indonesia memiliki beragam agama, meskipun Islam disebut sebagai mayoritas, tapi nilai toleransi masih tetap tinggi dan empat agama lain seperti Hindhu, Budha, Kristen, dan Katholik masih tetap bisa menjalankan ajarannya.
“Kita bisa temui, tak hanya di Kudus saja, banyak Masjid dan Gereja berdiri berdampingan yang menggambarkan betapa harmonisnya Islam dengan agama lain,” imbuhnya.
Sementara itu dalam pembahasan Islam Wassatiyah sendiri yang diuraikan oleh Direktur ICRS Siti Syamsiatun, bahwa Islam di Indonesia memiliki banyak organisasi dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebagai dua organisasi besar yang memiliki pengikut.
“Wassatiyah di dalam Muhammadiyah diciptakan sebagai Islam berkemajuan, yang mana Muhammadiyah memberikan ruang yang luas bagi wanita dalam mempromosikan keadilan, kerjasama, memperkenalkan religiusitas dan spiritualitas termasuk aspek pribadi, sosial dan ekologis,” ujarnya.
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan mampu memberikan pandangan luas mengenai Islam khususnya bagi 12 Diplomat Asing yang hadir. Agar mengurangi anggapan tentang Islam yang selama ini disebut dengan agama ektrimis, radikalis, dan terorisme.
Dengan memberikan contoh Islam di Indonesia yang mampu memberikan kedamaian, harmonisasi dan toleransi terhadap kehadiran agama lain, seperti yang sudah dipaparkan para narasumber dalam diskusi ini. (adi)